Senin 06 Jul 2020 14:42 WIB

Pemerintah Jammu dan Kashmir Buka Akses Bagi Peziarah Hindu

Pemerintah Jammu Kashmir melarang semua pertemuan tetapi mengizinkan peziarah Hindu

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Petugas polisi Jammu dan Kashmir memaksa orang untuk berjongkok di dalam lingkaran yang ditandai untuk menjaga jarak sosial minimum di Jammu, India, Rabu (25/3).
Foto: EPA
Petugas polisi Jammu dan Kashmir memaksa orang untuk berjongkok di dalam lingkaran yang ditandai untuk menjaga jarak sosial minimum di Jammu, India, Rabu (25/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Pemerintah Jammu dan Kashmir yang dikelola India membuka pintu bagi peziarah Hindu, di tengah meningkatnya jumlah kasus infeksi virus corona. Pemerintah daerah telah melarang semua bentuk pertemuan sosial dan keagamaan, tetapi mengizinkan peziarah Hindu datang ke sebuah kuil di Gua Amarnath.

Gua Amarnath terletak pada ketinggian 3.888 meter di Phalgam, wilayah Kashmir selatan. Di dalam gua tersebut terdapat Shiva Lingam yang merupakan simbol suci bagi umat Hindu di seluruh dunia.

Baca Juga

Pihak berwenang di wilayah Jammu dan Kasmir mengatakan, ziarah akan dilakukan secara terbatas dan dimulai pada akhir Juli. Peziarah yang datang akan dibatasi sebanyak 500 orang per hari. Selain itu, periode ziarah juga telah diperpendek dari 42 hari menjadi 15 hari.

Kepala Menteri wilayah Jammu dan Kashmir, BVR Subrahmanyam mengatakan, pemerintah memberlakukan protokol kesehatan yang ketat kepada para peziarah untuk mencegah penularan virus corona. Semua peziarah yang datang ke wilayah Jammu dan Kashmir akan diuji dan dikarantina.

Para kritikus dan pakar kesehatan di wilayah tersebut memperingatkan bahwa orang-orang yang datang dari negara bagian India yang terkena virus, dapat membawa infeksi virus corona. Dibukanya situs ziarah Hindu justru akan semakin menambah kasus virus corona.

"Sudah ada lebih dari 8.000 kasus di sini, dan dari tiga hari terakhir, lebih dari 20 kematian telah terjadi. Saya bertanya kepada pemerintah apakah kita mampu menanggung krisis lebih banyak lagi," kata seorang dokter yang menangani Covid-19.

Mayoritas Muslim Jammu dan Kashmir telah berada di bawah lockdown selama 11 bulan. Sejumah kelompok hak asasi manusia mengatakan, pemerintah India telah menindas orang-orang di wilayah yang disengketakan, terutama setelah status istimewa Jammu dan Kashmir dicabut. 

sumber : Anadolu Agency
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement