REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Dinas Pertanian (Distan) dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menyiapkan ratusan pompa air untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi kekeringan saat musim kemarau yang dapat mengakibatkan gagal panen.
"Pada musim tanam kedua ini memang masuk ke periode musim kemarau, karena musim tanam pertama mundur sehingga baru panen pada Mei. Dengan demikian, pada Mei-Juni ini masuk ke musim tanam kedua, padahal Juli-Agustus sudah masuk musim kemarau," kata Kepala Dinpertan KP Kabupaten Banyumas Widarso di Purwokerto, Banyumas, Kamis.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pihaknya mewaspadai dampak musim kemarau berupa kekeringan terutama terhadap tanaman padi yang merupakan tanaman pangan utama.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekeringan tersebut, antara lain dengan menyiapkan pompa air, percepatan tanam, dan menggunakan varietas tanaman padi yang berumur pendek.
"Harapannya, misalnya betul terjadi kemarau seperti tahun-tahun yang lalu, itu (tanaman padi) masih bisa tertolong. Namun demikian mudah-mudahan kondisi ini tidak sampai separah tahun lalu karena perilaku hujan akhir-akhir ini curahnya masih tinggi," jelasnya.
Widarso mengakui saat mendampingi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian dalam kunjungan lapangan di sejumlah wilayah Banyumas, masih ada sekitar 3.000 hektare sawah yang baru tanam sehingga rawan kekeringan saat musim kemarau.
Kendati demikian, dia mengatakan sekitar 15 ribu hektare tanaman padi di Banyumas sudah mulai berbuah sehingga kondisinya akan aman saat memasuki musim kemarau dan diperkirakan dapat dipanen pada akhir bulan Juli.
Sementara itu untuk tanaman padi yang baru ditanam, kata dia, diperkirakan memasuki masa panen pada akhir bulan Agustus sehingga perlu penanganan yang cukup serius melalui mobilisasi pompa air dan usaha pertanian hemat air.
"Dengan usaha pertanian hemat air, tidak perlu setiap hari diairi cuma memang ada risiko gulmanya sangat banyak kalau sampai tidak tergenang, itu lebih baik daripada digenangi tapi ada areal yang tidak kebagian air," katanya.
Terkait dengan pompa air, dia mengatakan di Banyumas telah ada ratusan unit yang disediakan oleh Dinpertan KP dan saat sekarang sudah berada di setiap Usaha Jasa Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA).
Dengan demikian, kata dia, pompa-pompa air tersebut tinggal dimobilisasi oleh UPJA ke area persawahan yang membutuhkannya.
Meskipun demikian, dia mengharapkan musim kemarau pada tahun 2020 di Banyumas dapat kembali normal tidak seperti tahun 2019 yang benar-benar kering dan panjang yang ditambah dengan adanya perbaikan saluran irigasi sehingga petani baru mulai tanam padi pada bulan Desember.
"Kalau berdasarkan iklim, musim kemarau di Banyumas masuk kategori B, yakni basah atau masih ada hujan meskipun kemarau, tapi kemarin benar-benar kering. Mudah-mudahan kemarau tahun ini kembali normal," tegasnya.
Terkait dengan adanya rencana pengeringan saluran irigasi dalam rangka perawatan berkala, Widarso mengatakan pihaknya saat rapat Komisi Irigasi mengusulkan agar rencana pengeringan saluran irigasi yang akan dilakukan mulai tanggal 1 Juli untuk ditunda hingga 1 Agustus agar area persawahan yang masih membutuhkan banyak air masih dapat terairi sehingga tanaman sudah cukup tua dan kuat dalam kondisi kurang air.
Ia menargetkan luastanaman padi pada musim tanam kedua mencapai 32 ribu hektare dan sekitar 8.000 hektare yang diperkirakan memasuki masa tanam pada bulan Juli.
Menurut dia, area persawahan seluas 8.000 hektare itu tersebut berada di lereng Gunung Slamet yang airnya selalu tersedia meskipun baru tanam pada bulan Juli atau Agustus.
Lebih lanjut, Widarso mengatakan pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin agar penyediaan pangan tidak sampai gagal karena pandemi Covid-19 belum mereda.
"Kalau sampai gagal dalam penyediaan pangan itu, secara psikologis yang kami khawatirkan adalah ulah para pemain pasar yang dapat mengakibatkan terjadinya lonjakan harga pangan khususnya beras," katanya.