Rabu 24 Jun 2020 20:51 WIB

IPO Anak Usaha Pertamina Bukan Privatisasi

IPO Anak usaha Pertamina berpengaruh ke pengelolaan aset yang nantinya dikembalikan

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (tengah) didampingi Direktur Hulu Dharmawan Samsu (kiri) dan Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko (PIMR) Heru Setiawan (kedua kanan). Nicke  menegaskan rencana pelepasan sebagian saham anak usaha melalui mekanisme penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) bukan upaya privatisasi. Hal itu karena IPO dilakukan anak perusahaan Pertamina sehingga hanya berdampak pada pengelolaan aset.
Foto: Antara/Reno Esnir
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (tengah) didampingi Direktur Hulu Dharmawan Samsu (kiri) dan Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko (PIMR) Heru Setiawan (kedua kanan). Nicke menegaskan rencana pelepasan sebagian saham anak usaha melalui mekanisme penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) bukan upaya privatisasi. Hal itu karena IPO dilakukan anak perusahaan Pertamina sehingga hanya berdampak pada pengelolaan aset.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menegaskan rencana pelepasan sebagian saham anak usaha melalui mekanisme penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) bukan upaya privatisasi. Hal itu karena IPO dilakukan anak perusahaan Pertamina sehingga hanya berdampak pada pengelolaan aset.

Hal tersebut ia katakan saat menggelar rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (22/6). Nicke juga menjelaskan pengelolaan aset yang dimaksud adalah aset dalam Wilayah Kerja (WK) minyak dan gas (migas). “Di upstream itu asetnya milik negara. Jadi WK yang diserahkan Pertamina dan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) adalah pengelolaan,” katanya.

Ia menjelaskan, bahwa setelah jangka waktu pengelolaan WK yang disepakati selesai, aset itu akan dikembalikan ke negara. “Jadi tidak ada yang dijual, ini hanya hak pengelolaan,” ucap Nicke.

Ia menegaskan aset tetap dimiliki pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Minerba. “Sekarang ini banyak yang dikerjasamakan. Saat ini yang dikelola Pertamina 29-30 persen,” kata Nicke Widyawati.

Sementara itu, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menyatakan kepemilikan negara di Pertamina tidak akan berkurang dalam IPO tersebut. Hal itu karena yang menggelar IPO adalah anak usaha atau subholding.

Ia juga menambahkan rencana IPO subholding, dinilai tidak melanggar aturan, karena yang diatur dalam UU BUMN adalah Pertamina sebagai induknya, begitu juga di UU PT juga begitu."Sebagai perusahaan, tentu Pertamina bisa melakukan aksi korporasi apapun, sepanjang mengikuti prosedur yang ada," lanjutnya.

Aksi korporasi semacam ini, menurut dia, adalah hal wajar yang jamak dilakukan badan usaha, termasuk BUMN misalnya Waskita Beton serta PP Presisi yang juga go public. Beberapa anak perusahaan Pertamina pun sudah go public sejak lama, seperti PT Elnusa Tbk, PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk, bahkan salah satu subholding Pertamina yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Rencana IPO subholding Pertamina, jelas Toto, justru sesuai dengan kebutuhan Pertamina sebagai holding, karena BUMN itu harus mengembangkan perusahaan.

Dihubungi terpisah, pakar hukum Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan go public tak melanggar undang-undang yang berlaku. Justru, aksi korporasi tersebut bisa lebih efisien. 

"Justru, restrukturisasi dan reorganisasi akan membuat operasional BUMN energi tersebut menjadi lebih lincah dan efisien. Menurut saya, tidak ada yang dilanggar," ujarnya, Rabu (17/6).

Hikmahanto, menjelaskan IPO di level subholding tidak melanggar aturan. Hal ini berbeda jika dilakukan di level holding, karena harus melalui persetujuan DPR. "Jadi, kalau sebelumnya perintah direktur holding harus melewati jenjang yang panjang, sekarang perintah tersebut tinggal dijalankan subholdingnya," katanya.

Pembentukan subhloding, menurut Hikmahanto, juga membuat BUMN tersebut lebih leluasa mendapatkan pendanaan. Apalagi, ke depan subholding tersebut akan memasuki pasar bursa. "Karena salah satu tujuan masuk pasar modal, adalah untuk mendapatkan dana segar," kata dia. 

Terkait rencana go public tersebut, Hikmahanto menyatakan masyarakat hendaknya juga tidak perlu khawatir, sebab, yang akan masuk ke bursa adalah subholding, bukan Pertamina sebagai holding, yang terdapat 100 persen kepemilikan negara. "Dengan IPO seperti itu (melalui subholding), maka saham negara tetap 100 persen. Tetapi yang subholding ini, yang operasional, bisa mendapatkan uang dari pasar modal," katanya

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement