REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajemen PT Pertamina (Persero) menjelaskan pelepasan sebagian saham anak usaha melalui mekanisme penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) hanya berdampak pada pengelolaan aset. Pertamina menegaskan IPO bukan pelepasan saham negara.
"Jadi yang disampaikan, ditargetkan bukan privatisasi, ini bukan pelepasan saham negara. Ini IPO anak perusahaan Pertamina," ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (22/6).
Ia menyampaikan bahwa IPO hanya akan berdampak pada pengelolaan aset dalam Wilayah Kerja (WK) minyak dan gas (migas). "Di upstream itu asetnya milik negara. Jadi WK yang diserahkan Pertamina dan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) adalah pengelolaan," ucap Nicke.
Setelah jangka waktu pengelolaan WK yang disepakati selesai, aset itu akan dikembalikan ke negara. "Jadi tidak ada yang dijual, ini hanya hak pengelolaan," kata Nicke.
Ia menegaskan aset tetap dimiliki pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Minerba.
"Sekarang ini banyak yang dikerja samakan. Saat ini yang dikelola Pertamina 29-30 persen," katanya.
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir meminta Nicke untuk melakukan IPO terhadap salah satu anak perusahaan Pertamina. "Dua tahun ke depan Bu Nicke harus bisa meng-go public satu, dua subholding," ujarnya.
Menurut dia, dengan perusahaan melakukan go public maka transparansi dan akuntabilitas akan menjadi lebih baik lagi ke depannya. Salah satu anak usaha yang telah lebih dulu go public adalah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Ia mengatakan target IPO itu merupakan salah satu dari pengukuran kinerja atau Key Performance Indicator (KPI).