REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada kuartal pertama tahun ini mencatatkan kerugian hingga Rp 38,8 triliun. Kerugian ini ditengarai karena adanya pelemahan kurs rupiah.
"Perlu kami sampaikan akhir Maret 2020 terjadi pelemahan nilai tukar terhadap mata uang asing akibat sentimen negatif dan lain-lain," ujar Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, Rabu (17/6).
Zul menjelaskan saat awal tahun nilai tukar rupiah sebesar Rp 16.367 per dolar AS. Maka berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 10, Zulkifli mengatakan perusahaan berkewajiban mencatat selisih kurs.
"Itu adalah rugi accounting akibat selisih kurs," katanya.
Meski merugi, Zul mengatakan secara pendapatan perusahaan memang mencatatkan hasil positif. Pada kuartal pertama ini, perusahaan membukukan pendapatan sebesar Rp 72,7 triliun dibandingkan sebelumnya yang hanya Rp 68,91 triliun.
"Jadi sampai akhir Maret itu kinerja keuangan masih menunjukkan positif kecuali akibat kurs yang melemah," katanya.
Laporan keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN pada kuartal pertama tahun 2020 memperlihatkan kerugian pada periode tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 38,87 triliun. Realisasi itu berbalik dari keuntungan Rp 4,14 triliun per 31 Maret 2019.
Dari laporan itu terlihat PLN mengantongi pendapatan penjualan tenaga listrik Rp 70,24 triliun. Angka ini naik 5,08 persen secara tahunan pada kuartal I tahun 2020.
PLN juga memperoleh pendapatan dari penyambungan pelanggan sebesar Rp 1,83 triliun per 31 Maret 2020. Nilai tersebut naik 13,87 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Selain itu, PLN memiliki tambahan pendapatan usaha lain-lain senilai Rp 622,61 miliar di periode waktu yang sama. Dengan demikian, total pendapatan perseroan mencapai Rp 72,7 triliun atau tumbuh 5,48 persen secara year on year (yoy).
Dari sisi beban usaha, perusahaan setrum milik negara itu mengeluarkan beban bahan bakar dan pelumas Rp 30,72 triliun pada kuartal I 2020 atau turun 6,78 persen secara tahunan. Beban pembelian tenaga listrik naik 29,47 persen yoy menjadi Rp 25,83 triliun.
Selain itu, beban sewa tercatat naik 7,06 persen secara tahunan menjadi Rp 1 triliun. Kondisi itu serupa dengan beban pemeliharaan yang naik 3,23 persen secara tahunan menjadi Rp 4,35 triliun.
Sementara beban kepegawaian turun dari Rp 5,61 triliun pada kuartal I 2019 menjadi Rp 5,6 triliun. Penyusutan aset tetap sebesar Rp 8,8 triliun, penyusutan aset hak guna Rp 698,68 miliar, dan beban lain-lain Rp 1,77 triliun kuartal I 2020.
Jadi, total beban usaha PLN pada kuartal I tahun 2020 ini mencapai Rp 78,79 triliun. Posisi itu naik 7 persen dari Rp 73,63 triliun periode yang sama tahun lalu.
Dengan begitu, secara total terlihat beban usaha naik lebih tinggi dari pendapatan usaha PLN. Perseroan membukukan rugi usaha sebelum subsidi Rp 6,09 triliun pada kuartal I 2020 atau naik 29,13 persen dari Rp 4,71 triliun per 31 Maret 2019.