REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengharapkan stimulus pajak yang diberikan pemerintah dapat diberikan kepada pelaku industri yang bisa menjamin pemberian lapangan kerja. Hal itu bertujuan agar pemotongan pajak berjalan efektif.
"Pengurangan pajak harus diberikan pada perusahaan yang menjamin pekerjaan pada buruh, sehingga kebijakan pemotongan pajak dapat berjalan lebih efektif," ujar Ira dalam pernyataan di Jakarta, Kamis (11/6).
Menurut dia, pemberian stimulus secara efektif tersebut dapat memberikan jaminan kepada pelaku industri untuk menekan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Perusahaan juga harus memberikan jaminan tetap mempertahankan pekerjaannya sampai krisis ini mampu dihadapi," ujar Ira.
Selain itu ia mengharapkan pemerintah juga mempertimbangkan stimulus pembayaran pajak bagi UMKM agar tidak terlalu membebani industri kecil. Ira menegaskan pemberian stimulus itu harus dilaksanakan secara tepat sasaran karena dalam kondisi saat ini anggaran pemerintah terbatas untuk menangani dampak pandemi.
Dari sisi pajak lainnya, Ira merekomendasikan agar pemerintah menghapus sementara pajak konsumsi pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) agar dapat meningkatkan konsumsi masyarakat. Dengan pengurangan PPN tersebut diharapkan daya beli masyarakat dapat meningkat dan konsumsi rumah tangga dapat mendukung kinerja perekonomian.
"Pemilihan barang konsumsi juga harus difokuskan pada konsumsi barang murah yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat kalangan prasejahtera," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah telah menaikkan biaya penanganan untuk mengatasi dampak Covid-19 hingga mencapai Rp 677,2 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 589,65 triliun dimanfaatkan untuk program pemulihan ekonomi nasional. Dari program itu, senilai Rp 123,01 triliun akan digunakan untuk pemberian insentif perpajakan.
Insentif perpajakan untuk dunia usaha yang ditanggung pemerintah antara lain PPh pasal 21 senilai Rp 25,66 triliun dan PPh Final UMKM sebesar Rp 2,4 triliun. Selain itu, pembebasan PPh Pasal 22 impor senilai Rp 14,75 triliun, pengurangan angsuran PPh pasal 25 sebesar 30 persen sebesar Rp 14,4 triliun dan pengembalian pendahuluan PPN Rp 5,8 triliun.