REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menyarankan solusi jangka panjang bagi penyediaan rumah di wilayah perkotaan. Salah satunya adalah dengan zonasi kawasan perumahan murah bagi rakyat agar harga tanahnya tidak melonjak.
"Adanya bank tanah dan zonasi kawasan perumahan murah rakyat sehingga perlu terdapat tata ruang di mana daerah yang ditentukan memang untuk pembangunan rumah MBR," ujar Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida dalam Focus Group Discussion (FGD) daring di Jakarta, Rabu (3/6).
Menurut dia, penting zonasi kawasan tersebut untuk kawasan rumah MBR agar tidak bisa dibangun rumah untuk kelas menengah atas. Sehingga harga tanah di kawasan tersebut dapat terkoreksi dan tidak melonjak.
Selain itu, lanjutnya, solusi jangka panjang berikutnya adalah perlunya dukungan infrastruktur dan fasilitas transportasi masal dari pusat aktivitas perkotaan ke kantong-kantong lokasi rumah MBR di wilayah pinggiran atau periphery.
"Di samping itu pembangunan rumah susun bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam penyediaan lahannya, karena sampai sekarang realisasi rumah susun sangat menyedihkan," kata Ketua Umum REI tersebut dalam FGD yang diselenggarakan The HUD Institut.
Dalam paparannya, Paulus Totok Lusida menyampaikan sejumlah fakta bahwa harga layan di kawasan perkotaan sudah sangat mahal. Dengan radius sampai dengan 10 km dari pusat kota, rata-rata harga lahannya lebih dari Rp 500.000 per meter persegi.
Sedangkan lokasi harga yang terjangkau yakni maksimal Rp 200.000 per meter persegi berada jauh dari pusat perkotaan dengan jarak 31 km. Dengan demikian pengembang secara tidak langsung diharuskan untuk mencari tanah murah, yang biasanya berada jauh dari "pasar" atau tempat kerja di suatu wilayah.
Ketua Umum REI tersebut mengambil contoh kasus yang terjadi di Kota Semarang. Pada 2013, pengembang masih bisa mendapatkan lahan di kawasan dekat Pusat Kota Semarang. Namun perlahan-lahan seiring berjalan waktu, pengembang kemudian semakin lama mencari lahan yang semakin jauh dari pusat kota Semarang akibat harga lahan di sekitar kawasan perkotaan yang melonjak drastis.