REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah resmi menarik pajak digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) per 1 Juli. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analyst (CITA) Fajry Akbar menilai, pemerintah harus menekankan partnership dengan pelaku usaha terkait agar pengenaan pajak digital berjalan efektif.
Fajri menjelaskan, kebijakan pengenaan pajak ini akan mencakup para penyedia layanan over the top (OTT) dari luar negeri seperti Google Asia Pasifik. Kerja sama yang baik antara pemerintah dengan perusahaan tersebut menjadi kunci.
"Karena mereka ada di luar negeri, jadi enforcement akan cenderung sulit," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (15/5).
Fajry menekankan, pemerintah harus membuat aturan teknis yang mengakomodasi kemudahan administrasi bagi perusahaan terkait. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dapat mengambil contoh dari ketentuan negara lain yang sudah berjalan efektif baik bagi negaranya maupun Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) agar dapat lebih diterima.
Di sisi lain, Fajry menambahkan, pemerintah bisa saja memberlakukan sistem hukuman untuk mereka yang melanggar aturan. "Kalau tidak ada punishment, mereka tidak akan patuh," tuturnya.
Pengenaan pajak digital secara resmi tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan dan Penyetoran serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan.
Melalui regulasi tersebut, perusahaan yang menyediakan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak luar negeri harus memungut, menyetor dan melaporkan PPN terhadap produk digital mereka.
"Dengan berlakunya ketentuan ini maka produk digital, seperti langganan streaming music, streaming film, aplikasi dan games digital, serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN," tutur Direktur Penyuluhan Pelayanan & Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama dalam rilis yang diterima Republika.co.id.