REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memberikan relaksasi pembayaran bagi peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran atau harus menanggung denda. Relaksasi diberikan untuk tahun ini untuk membantu masyarakat menghadapi tekanan ekonomi di tengah masa pandemi Covid-19.
Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Kunta Wibawa Dasa mengatakan, peserta yang tidak membayar iuran biasanya dikenakan penghentian sementara penjaminan. Artinya, status kepesertaan mereka dinonaktifkan.
Selanjutnya, agar dapat aktif kembali sebagai peserta, mereka harus melunasi iuran tertunggak untuk maksimal 24 bulan. Tapi, sebagai dukungan pada masa pandemi, status peserta bisa didapatkan kembali dengan melunasi iuran maksimal enam bulan pada tahun ini.
"Jadi, biasanya mereka harus bayar 24 bulan untuk aktif lagi. Khusus 2020, pemerintah relaksasi menjadi cukup membayar enam bulan, untuk aktif kembali," ujar Kunta dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (14/5).
Tapi, masyarakat tetap harus melunasi tunggakan tersebut. Kelonggaran pelunasan diberikan hingga 2021, agar status kepesertaannnya tetap aktif.
Misalnya, seorang peserta tidak membayar iuran selama 20 bulan hingga status kepesertaannya dinonaktifkan. Pada 2020, ia cukup membayar iuran tertunggak enam bulan. Sisanya, tungakan selama 14 bulan dilunasi pada 2021.
"Ini termasuk dukungan kita untuk Covid-19, relaksasi ke peserta yang memiliki tunggakan," tutur Kunta.
Relaksasi juga diberikan terhadap pembayaran denda atas pelayanan. Kunta menjelaskan, mereka yang menunggak dan harus masuk Rumah Sakit (RS) biasanya dikenakan denda lima persen dari perkiraan paket Indonesian Case Base Groups (INA CBG’s). INA CBG’s merupakan sistem pembayaran dengan sistem 'paket' berdasarkan penyakit yang diderita pasien.
Sebagai bentuk dukungan di masa pandemi Covid-19, Kunta menjelaskan, pemerintah menurunkan besaran denda itu. "Untuk tahun 2020, hanya dikenakan denda 2,5 persen," katanya.
Ketentuan relaksasi ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Melalui regulasi ini, pemerintah juga akan mereview besaran iuran tiap segmen kepesertaan paling lama dua tahun sekali dengan menggunakan standar praktik aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku umum.
Selain itu, Kunta menambahkan, peninjauan juga mempertimbangkan tingkat inflasi di bidang kesehatan, biaya kebutuhan Jaminan Kesehatan dan kemampuan membayar iuran. "Ini diusulkan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) kepada Presiden," ujarnya.