Selasa 12 May 2020 19:48 WIB

Apindo Apresiasi Rencana Pemerintah Relaksasi PSBB

Apindo minta pemerintah rumuskan SOP relaksasi PSBB bagi bidang usaha.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Indira Rezkisari
Petugas gabungan memasang plang pemberitahuan pemeriksaan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jalan Laks. Laut RE Martadinata, Purwakarta, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Pemerintah sedang merumuskan rencana relaksasi PSBB untuk menghindari makin tertekannya ekonomi.
Foto: ANTARA/Muhamad Ibnu Chazar
Petugas gabungan memasang plang pemberitahuan pemeriksaan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jalan Laks. Laut RE Martadinata, Purwakarta, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Pemerintah sedang merumuskan rencana relaksasi PSBB untuk menghindari makin tertekannya ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengapresiasi rencana pemerintah merelaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah perekonomian yang semakin tertekan. Apalagi, jumlah pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pun terus bertambah.

Wakil Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani menekankan, pergerakan perekonomian dan kesehatan harus saling berdampingan. "Sehingga perlu bagi pemerintah merencanakan strategi relaksasi PSBB yang tepat," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa, (12/5).

Baca Juga

Menanggapi rencana pemerintah membolehkan warga di bawah usia 45 tahun bekerja di luar, Shinta menegaskan, protokol kesehatan harus tetap diperhatikan. Sebab, mereka tetap dapat menjadi pembawa virus Covid-19 ke pihak lain.

"Termasuk ke keluarga mereka sendiri yang rentan. Khususnya yang berumur di atas 45 tahun," kata dia.

Maka, lanjutnya, Apindo menyarankan perlu diberlakukan standar operasional prosedur (SOP) yang baru secara bertahap. "Protokol kesehatan, komunikasi, dan kuncinya adalah koordinasi pelaksanaan dalam hal mencegah penerapan Covid-19 di tengah pemulihan pergerakan tenaga kerja," tutur dia.

Shinta menambahkan, ada beberapa alasan perusahaan melakukan PHK di tengah pandemi ini. Pertama, lemahnya permintaan pasar termasuk akibat kebijakan PSBB.

Kedua, keterbatasan bantuan modal. Ketiga, keterbatasan cash flow terutama untuk membiayai gaji tenaga kerja yang merupakan komponen tertinggi dari biaya perusahaan.

Sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan, jumlah pekerja yang dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat Covid-19 mencapai 2 juta hingga 3,7 juta orang. Diprediksi pula, jumlah pengangguran di Indonesia pada tahun ini akan bertambah 4,22 juta orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement