Selasa 05 May 2020 02:42 WIB

Ciptakan Peluang dan Bisnis Baru Saat Pandemi COVID-19

Ciptakan Peluang dan Bisnis Baru Saat Pandemi COVID-19

Rep: Herning Banirestu (swa.co.id)/ Red: Herning Banirestu (swa.co.id)
Ciptakan Peluang dan Bisnis Baru Saat Pandemi COVID-19
Ciptakan Peluang dan Bisnis Baru Saat Pandemi COVID-19

Hingga hari ini,  Indonesia memasuki hari ke-51 sejak Presiden Joko Widodo pada 15 Maret 2020 menyampaikan arahan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tentu saja ini berimbas pada laju bisnis dan usaha. Walau demikian pandemi COVID-19 ini mestinya dijadikan pelaku usaha menjadi momen untuk melakukan terobosan dan perubahan dalam berbisnis. Ini untuk mempersiapkan diri menghadapi ‘new normal’ selepas pandemi COVID-19.

Hal ini disampaikan Kemal E. Gani, Pimpinan Umum Grup SWA Media, dalam sebuah diskusi virtual dalam rangka 30 tahun HUT Markplus. “Memang akibat krisis pandemi COVID-19 ini kita menghadapi tantangan kompleks dengan pembatasan gerak sosial, bisnis pun dibatasi geraknya. Dampaknya luar biasa pada para pelaku bisnis. Convidence level konsumen di Indonesia menurun luar biasa. Sebelumnya 100%, setelah krisis jadi 15%, prioritas konsumen bergeser pada kebutuhan pokok, kesehatan, paket data, daripada belanja konsumsi yang sifatnya sekunder,” terang pria yang juga Ketua Forum Pimred Indonesia ini.

Menurutnya, walau Pemerintah Indonesia mengucurkan stimulus dana yang besar untuk dunia usaha, pelaku usaha tetap menghadapi tantangan terutama dalam hal perilaku konsumen yang berubah. “Di konsumen kini muncul budaya baru, budaya yang lebih sehat, higienis, mengutamakan virtual dan daring baik dalam hal belanja, bekerja maupun akses informasi dan belajar,” tuturnya.

Lebih jauh ia menerangkan, dalam konteks ini, kemampuan perubahan yang terjadi pada konsumen, untuk memenangkan masa depan sangat penting. “Dalam pengalaman krisis sebelumnya, banyak perusahaan dan produk muncul saat krisis. Kita ingat Susi Air lahir saat tsunami Aceh, perusahaan airlines yang dibangun mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti ini, sebelumnya hanya terbatas membawa produk perikanan saja, lalu berkembang sekarang mengangkut penumpang dan barang lain,” terangnya.

Selain itu, Kemal mengatakan saat terjadi krisis akibat pandemi sindrom pernapasan akut atau SARS di China pada 2003, muncul e-commerce besar yaitu Alibaba dan JD.com. Padahal Alibaba sendiri sebenarnya ddirikan Jack Ma sejak 1999, sedangkan JD.com didirkan Richard Liu pada 1998.  “Markplus pun makin besar saat krisis, kita mestinya bisa menangkap peluang-peluang baru saat krisis. Kita juga melihat saat pandemi, Zoom meroket luar biasa,” tutur Kemal.

Ia juga yakin, walau saat ini bisnis penerbangan terhantam luar biasa akibat pandemi ini, Garuda Indonesia tetap mencari peluang bisnis lain, contohnya dengan penumpang terbatas hanya 40 orang, serta memaksimalkan armada untuk layanan logistik. Hal yang sama dilakukan oleh Arif Wibowo CEO Airfast dengan lebih menggarap bisnis logistik. “Saya meyakini siapa yang bisa beradaptasi kondisi ekstrim, merekalah yang bisa meraih peluang untuk memenangkan bisnis di masa depan,” tandasnya.

Kemal mengungkapkan perjalanan Markplus yang didirikan oleh Hermawan Kartajaya atau dikenal dengan HK sangat melekat dengan Majalah SWA. Di awal 90an HK mulai merintis dunia Konsultansi Manajemen di Jakarta, sedangkan Majalah SWA sejak didirikan 35 tahun lalu sangat pro pada kemajuan dunia usaha, sangat pas jadinya.

“Kemudian HK menjadi penulis kolom di Majalah SWA.  Konsep-konsep marketing yang disampaikan sangat lokal dan sesuai dengan kondisi negeri kita. HK sangat rajin menimba ilmu termasuk ke Harvard, ilmu itu dikembangkan di Markplus, berstandar global, tapi dengan pendekatan lokal yang sangat kental, ini dilakukan secara konsisten sejak dulu. Saya pikir Markplus telah membawa kompetensi bisnis lokal hingga ke level dunia dan asia,” tuturnya.

HK pun mengamini, bahwa perjalanan Markplus selama 30 tahun berkembang hingga sekarang tidak terlepas dari peran Majalah SWA yang membesarkan namanya. Memberinya kesempatan melalui tulisan-tulisan kolom di Majalah SWA. Dua entitas ini, Majalah SWA dan Markplus, melihat bagaimana dunia bisnis di Indonesia telah melalui banyak fase juga krisis. Senada dengan Kemal, ia meyakini dalam setiap krisis akan membuka peluang dan cara bisnis baru.

“Saya sendiri tadinya merencanakan perayaan 30 tahun Markplus ini diadakan di Perpustakaan Nasional, semua sudah disiapkan sebelumnya. Namun, karena pandemi ini, jadi harus virtual, Tidak apa, kita jadi terus beradaptasi dengan kondisi ini. Kami bergerak cepat melalukan berbagai perubahan cara kerja, semua serba virtual. Peluang-peluang baru pun terbuka, misal dengan Goverment of Korea, berbagai kementerian, semua switch ke online, kami mengadakan banyak acara dan seminar,” paparnya.

HK menyebut saat ini Markplus didukung oleh 220 orang dengan mayoritas tim adalah mereka dari generasi Y 72%, Gen X 18%, Baby Boomer hanya 1% sisanya Gen Z, untuk itu perusahaan harus cepat beradaptasi dan pindah segala hal ke online dengan terus memberi semangat ke mereka.

“Usia saya sudah 73 tahun sekarang, di usia MarkPlus ke-30 telah melewati banyak krisis , tapi krisis saat ini berbeda sekali dengan waktu krisis 98 dan 2008, kala itu Markplus masih 20 orang, sekarang 220 orang. Seperti ke klien, saya menerapkan SPA yaitu singkatan dari Surviving or Servicing, Preparing dan Actualizing pada strategi kami.  Kita harus sadar bahwa corona tidak bisa dibunuh, kami meyakini akan terjadi new normal, hidup bersama corona. Yang kemudian kita akan biasa kumpul dengan virtual,” terangnya.

Memahami ini,  HK melanjutkan seperti yang MarkPlus terapkan bahwa aset perusahaan adalah brand, sedangkan janji-janji ke customer, pihak eksternal, internal dan pemerintah adalah hutang atau liabilities. Sedangkan produk atau services adalah pembeda, ini menunjukkan bahwa dalam marketing tidak bisa berdiri sendiri harus didukung entrepreneurship. Dan dalam kondisi ini, di Markplus pun didorong melihat peluang-peluang baru dengan tetap menjaga brand dan janji-janji kepada para klien.  

Nana Yuliana, Konsul Jenderal RI di Amerika Serikat yang juga hadir menyampaikan pentingnya Indonesia mulai membangun imej, untuk mengambil peluang sebagai negara yang bisa berperan dalam rantai pasok dunia. Ia menuturkan bahwa data ekspor Indonesia ke Amerika sepanjang Januari sampai Maret terjadi peningkatan 6,15%. Di enam negara bagian Amerika, beberapa produk yang mengalami peningkatan adalah produk furnitur, bahan bakar mineral, alat elektronik dan tekstil. “Pandemi COVID-19 ini menimbulkan disrupsi rantai pasok dari China ke Amerika, selain sebelumnya dua negara ini terjadi perang tarif, maka itu ekspor kita naik ke Amerika,” tuturnya.

Nana menyarankan, Indonesia harus mengambil momen dari pandemi COVID-19 ini. Caranya, branding Indonesia harus diinstal ulang, bahwa Indonesia mampu mengatasi pandemi. “Paska pandemi COVID-19, muncul kepercayaan dunia, kemudian investor asing pun masuk ke Indonesia, pariwisata Indonesia yang masuk pun safe dan clean, maka itu kami pun di sini mulai engage travel agent, mereka kami terus update kebijakan apa saja yang diterapkan paska covid. Kami yakin kondisi hubungan Indonesia-Amerika sangat bagus, apalagi Amerika baru membantu Indonesia dalam mengadakan ventilator,” jelasnya.

Ia menyebut saat ini ekspor Amerika ke Indonesia mengalami defisit Rp 2,24 triliun, surplus ada di negara kita. Momen ini harus kita manfaatkan, lanjutnya untuk menjadikan Indonesia sebagai bagian dari rantai pasok utama Amerika.

Komjen Pol. Nanan Soekarna yang juga menjadi pembicara dalam acara ini menuturkan pandemi ini memang masalah kesehatan dunia, yang menyebabkan kematian. Namun ia mengingatkan bahwa di Indonesia kecelakaan lalu lintas per hari bisa 70 orang, artinya sama mengerikannya. Menurut pria yang juga Honorary Adviser MarkPlus ini, dalam menghadapi pandemi ini mestinya dengan terus memegang sila-sila pancasila.

“Pada sila pertama, kita percaya ini kemauan Tuhan, tapi tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. Kedua terus bersama dan bergotong royong, bersatu menggunakan yang kita miliki untuk saling bantu, prinsip kerakyatan harus kita jaga, dengan memanfaatkan Hankamrata, lalu prinsip keadilan sosial pun harus diperhatikan dalam menangani ini,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa momentum pandemi ini harusnya bisa dijadikan untuk membangun daya tahan bangsa, dengan Pancasila sebagai panduannya.

Mohammad Nuh, Mantan Menteri Pendidikan yang juga menyampaikan paparannya mengatakan bahwa COVID-19 bisa menjadi proses pembelajaran kita. Ada tiga proses pembelajaran dari sini, Pertama, pandemi ini bisa menjadi mata ujian atau tes ketahanan sistem sosial, ekonomi dan kultur serta tata kelola masyarakat.  Bahwa pandemi juga menunjukkan rapuhnya induvidualisme dan pentingnya socio cohesiveness, memperkokoh hubungan supply-demand, dan mengeksplorasi cyber space menjadi keharusan.

Kedua, membongkar tradisi dan paradigma eksisting dan ketiga mengharuskan kita untuk me-review dalam membangun tradisi dan paradigma baru. “Esensi ketahanan bukan pada kondisi normal,” ujarnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement