REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian tengah mengkaji usulan kalangan asosiasi petani gula untuk melakukan penyesuaian harga. Pemerintah akan menghitung ulang biaya produksi gula secara riil untuk mendapatkan harga yang sesuai bagi petani maupun konsumen.
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan agar pemerintah menaikkan acuan harga pembelian pemerintah (HPP) gula di tingkat petani dari saat ini Rp 9.100 menjadi Rp 14.000 per kilogram (kg).
Usulan kenaikan itu lantaran biaya pokok produksi gula tebu sudah mencapai Rp 12.772 per kg ditambah keuntungan petani sebesar 10 persen. Sedangkan di tingkat konsumen, harga eceran tertinggi (HET) gula diusulkan sebesar Rp 16.000 per kg dari saat ini Rp 12.500 per kg.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Suhanto, mengatakan, HET gula yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 sulit dicapai. Itu terjadi lantaran biaya distribusi yang tinggi.
"Kami dapat masukan dari asosiasi tebu dan berbagai pihak untuk meninjau kembali HET gula. Atas saran ini, kami akan kaji dan menghitung kembali biaya produksinya," kata Suhanto, akhir pekan ini.
Selain komponen biaya produksi, Kemendag akan meninjau kembali situasi riil rantai pasok gula di Indonesia. Dengan begitu, pemerintah bisa mengkaji penyesuaian harga gula yang wajar sesuai dengan peningkatan komponen biaya produksi gula.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, mengatakan, Kementan tengah dalam proses telaah dan kajian. "Saya koordinasikan dahulu sampai mana progressnya. Akan kami informasikan kalau sudah ada hasilnya," kata Kasdi dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (26/4).
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal APTRI, Nur Khabsyin, mengatakan, usulan harga tersebut khusus untuk acuan pada musim giling 2020. Para petani pun berharap pemerintah bisa menetapkan HPP baru pada bulan ini lantaran musim panen dan penggilingan tebu akan dimulai pada akhir Mei 2020.