REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 berpotensi menghambat sistem pangan dengan terganggunya rantai pasok. Untuk itu, Pemerintah Indonesia menilai setiap negara perlu menjadikan upaya pemulihan dan penguatan sistem pangan sebagai prioritas utama saat ini.
"Pandemi Covid-19 mengganggu rantai pasok makanan sehingga terjadi volatilitas harga pangan dan penurunan daya beli di tingkat nasional dan global. Karena itu, prioritas kami adalah untuk memperkuat sistem pangan,” kata Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo saat mengikuti pertemuan G20 Extraordinary Agriculture Ministers Virtual Meeting (21/4), yang digagas pemerintah Arab Saudi.
Menurut Syahrul, setiap negara G20 harus melakukan tiga hal dalam memperkuat sistem pangan. Pertama, memprakarsai pemulihan sistem pangan global untuk menjamin produksi pangan yang tinggi, rantai pasok pangan global yang kembali normal, serta perdagangan pangan internasional tanpa hambatan dan sesuai dengan aturan WTO.
Kedua, mendorong investasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, juga meningkatkan peran sektor swasta melalui kemitraan public private partnership di bidang pangan dan pertanian. “Terakhir, meningkatkan transfer teknologi dan pengembangan kapasitas, terutama kepada negara-negara yang membutuhkan, untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing,” jelasnya.
Sebagai upaya memperkuat sistem pangan, Indonesia juga berupaya menjaga stabilitas pasokan pangan dan gizi, ketersediaan pangan, pengelolaan harga dan daya beli, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah. Kebijakan untuk mengurangi dampak Covid-19 dilaksanakan secara terukur, fokus, dan bersifat sementara.
“Langkah ini bertujuan untuk memastikan petani pangan yang umumnya skala kecil, dapat terus menjalankan usaha tani. Juga menjamin kelancaran distribusi pangan dari produsen sampai konsumen akhir, memperkuat jaring pengaman sosial bagi rumah tangga berpendapatan rendah dan kelompok rentan, seperti petani skala kecil,” terang Syahrul.
Lebih lanjut, Syahrul menyebutkan berbagai hambatan pasokan pangan global harus diminimalkan. Langkah kebijakan yang dapat menyebabkan kenaikan harga pangan harus dihindari. Selain itu, jaminan kelancaran distribusi pangan harus diupayakan.
"Semua dengan tetap memperhatikan upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Selain itu, perlu jaminan transparansi dalam rangka menghindari ketidakpastian dan menjamin stabilitas pasar," tegas Syahrul.
Secara khusus guna mengatasi dampak buruk Covid-19, Indonesia mengajak anggota G20 untuk membangun solidaritas global, terutama dengan membantu negara-negara yang paling membutuhkan. G20 harus bekerja bersama untuk menjamin pasokan pangan global, dan memastikan ketersediaan pangan yang cukup, serta berkualitas dan sesuai dengan standar keamanan pangan, secara tepat waktu bagi mereka yang membutuhkan.
“Indonesia siap menjadi bagian dari solusi global dengan bekerja bersama untuk menghadapi tantangan Covid-19, dalam semangat solidaritas global," tegas Syahrul.
Menurutnya Indonesia prihatin dengan terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda semua belahan dunia. Seperti negara lainnya, Indonesia berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasi wabah COVID-19. Pemerintah berupaya mengurangi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, pencapaian SGDs, dan aspek sosial-ekonomi.
Pertemuan G20 ini dipimpin Menteri Lingkungan Hidup, Air dan Pertanian Arab Saudi, Abdulrahman Abdulmochsin Alfadley, diikuti oleh para Menteri Pertanian G20, dan Perwakilan Organisasi Internasional. Karena pandemi Covid-19, pertemuan ini dilaksanakan melalui video conference.
"Kami menyampaikan apresiasi pada Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang telah berinisiatif menyelenggarakan pertemuan ini, sebagai bentuk tanggapan positif negara-negara G20 terhadap dampak COVID-19 pada ketahanan pangan dan gizi," kata Mentan Syahrul menutup sesi penyampaiannya.