REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan pejabat negara di pusat dan daerah yang tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) tahun ini akan membantu pemerintah menekan defisit dalam menanggulangi dampak COVID-19.
"Ini sesuai dengan harapan masyarakat," katanya dihubungi di Jakarta, Rabu (15/4). Direktur Riset Core Indonesia itu menambahkan keputusan pemerintah tidak membayarkan THR kepada pejabat negara merupakan keputusan tepat.
Keputusan itu, lanjut dia, juga sebagai bentuk empati mencermati kondisi bangsa dan ekonomi negara di tengah pandemi Virus Corona baru atau COVID-19. "Jangankan THR, mereka kalau bisa mendonasikan sebagian penghasilannya," ujar Piter.
Dengan tidak dibayarkannya THR kepada pejabat negara itu, dana yang sudah dianggarkan dalam APBN 2020 bisa direalokasikan untuk penanganan COVID-19. APBN 2020 mengalami defisit sebesar 5,07 persen karena ada tambahan biaya untuk penanganan COVID-19 dengan anggaran mencapai Rp 405,1 triliun.
"Pemerintah harus sedapat mungkin mengecilkan pengeluaran lain yang dialokasikan untuk skala prioritas dal rangka penanggulangan COVID-19," kata Piter. Sementara itu untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga eselon III tetap mendapatkan THR, namun tanpa tunjangan kinerja.
Alasannya mereka bukan merupakan pelaksana dan diharapkan mendongkrak daya beli dan konsumsi sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan bahwa THR untuk presiden, wapres, para menteri, anggota DPR, MPR, DPD, kepala daerah, anggota DPRD, eselon I dan II tidak dibayarkan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan para pensiunan juga tetap mendapatkan THR karena mereka merupakan kelompok rentan.
"Jadi seluruh pelaksana dan eselon tiga ke bawah atau yang setara dengan eselon tiga mendapat THR dari gaji pokok dan tunjangan melekat, tidak dari tukinnya (tunjangan kinerja)," tambah Sri Mulyani.