REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan nilai tukar rupiah mengalami penguatan pada minggu kedua April 2020. Tercatat, pada 13 April 2020 nilai tukar Rupiah menguat 4,35 persen secara point to point dibandingkan dengan level pada akhir Maret 2020.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan ini terjadi karena meredanya kepanikan di pasar keuangan global. Hal ini tercermin dari penurunan Volatility Index (VIx) dari 85,4 pada 18 Maret 2020 menjadi 41,2 pada 14 April 2020.
"Apresiasi Rupiah pada April 2020 didorong kembali meningkatnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik pasca ditempuhnya berbagai kebijakan banyak negara untuk memitigasi dampak penyebaran Covid-19 termasuk Indonesia," ujarnya saat video conference di Jakarta, Selasa (14/4).
Menurutnya perkembangan rupiah yang kembali menguat juga didukung oleh berlanjutnya pasokan valas dari pelaku domestik, sehingga dapat menopang stabilitas nilai tukar rupiah. Bank Indonesia memandang level nilai tukar Rupiah telah memadai untuk mendukung penyesuaian perekonomian yang secara fundamental tercatat undervalued dan diprakirakan bergerak stabil dan cenderung menguat ke arah Rp 15.000 per dolar AS pada akhir 2020.
“Penguatan ini juga dikarenakan pasokan valas terjaga dengan baik, dalam bentuk bid dan offer, pelaku bank atau broker berjalan secara baik,” ucapnya.
Ke depan, Bank Indonesia berupaya memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar. Bank Indonesia akan meningkatkan intensitas intervensi di pasar Domestic Non Delivery Forward (DNDF), pasar spot dan pembelian Surat Utang Negara (SUN) dari pasar sekunder.
"Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus mengoptimalkan operasi moneter guna memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas. Kami optimis hingga akhir 2020 rupiah bisa menguat ke level Rp 15.000,” jelasnya.