Senin 06 Apr 2020 15:08 WIB

Pemerintah Pertimbangkan Kembali THR dan Gaji Ke-13

Kemenkeu memperkirakan penerimaan negara tahun ini akan turun 10 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Kemenkeu mempertimbangkan kembali pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun ini.
Foto: dok. Humas Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Kemenkeu mempertimbangkan kembali pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sedang mempertimbangkan kembali mengenai pembayaran tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara (ASN) tahun ini. Pasalnya, pendapatan negara mengalami tekanan sebagai dampak dari pandemi virus corona (Covid-19).

Sri memperkirakan sepanjang 2020 penerimaan negara akan turun 10 persen. Di sisi lain, belanja pemerintah terus meningkat seiring dengan kenaikan kebutuhan, terutama di sektor kesehatan maupun jaminan sosial.

Baca Juga

Oleh karena itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang mempertimbangkan pos-pos belanja yang bisa diminimalkan, seperti THR dan gaji ke-13. "Apakah perlu? Kami pertimbangkan lagi mengingat beban negara meningkat," ujar Sri dalam telekonferensi rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (6/4).

Sri mengatakan, pemerintah sudah memfokuskan belanja negara saat ini pada tiga aspek, yakni sektor kesehatan, jaring pengaman sosial atau social safety nett, serta membantu dunia usaha. Salah satu sumber pendanaan didapatkan melalui penghematan belanja negara.

Berdasarkan pemaparan Sri, penghematan belanja negara sampai awal April setidaknya sudah menghasilkan Rp 190 triliun. Sebanyak Rp 95,7 triliun di antaranya merupakan penghematan belanja dari kementerian/lembaga, sedangkan sisanya berasal dari transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Selain itu, ada relaokasi cadangan Rp 54,6 triliun.

Secara total, Sri menjelaskan, pemerintah sudah menganggarkan sekitar Rp 436,1 triliun pada tiga stimulus fiskal untuk penanganan Covid-19 dan pencegahan krisis ekonomi. Pada stimulus pertama, pemerintah menganggarkan Rp 8,5 triliun. Angkanya terus bertambah menjadi Rp 22,5 triliun dan Rp 405,1 triliun pada stimulus kedua dan ketiga.

"Kalau dihitung dari stimulus satu, dua, dan tiga, total dukungan kita sudah mencapai 2,5 persen dari growth domestic product (GDP)," tutur Sri.

Negara lain melakukan langkah serupa. Misalnya, Jerman memberikan stimulus 2,7 persen dari PDB, termasuk melalui jaminan pinjaman perusahaan. Negara tetangga, Malaysia, memberikan dukungan 10 persen dari PDB, terutama dukungan pada dunia usaha terdampak yang mencapai 100 miliar ringgit atau sekitar Rp 378 triliun.

Sri mengatakan, langkah-langkah ini menggambarkan bahwa semua negara melakukan kebijakan luar biasa (extraordinary) untuk menghadapi kondisi yang juga luar biasa ini, mulai dari memberikan insentif pajak, penambahan belanja di bidang kesehatan dan bantuan sosial, hingga membantu menyokong dunia usaha. "Termasuk juga menjaga sistem keuangan agar tidak mengalami potensi krisis," ucap mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement