REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa pengaturan pengelolaan lalu lintas devisa bagi Penduduk Indonesia yang diatur dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bukan merupakan kebijakan kontrol devisa. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan saat ini belum ada rencana untuk hal itu.
"Kami tegaskan sekali lagi, bahwa ini bukan kontrol devisa, kita masih butuh investasi dari luar," katanya, Kamis (2/4).
Pengelolaan devisa domestik yang dimaksud, misal kebijakan konversi devisa hasil ekspor bagi penduduk ke dalam rupiah. Perry mengatakan BI belum punya rencana menerapkannya.
Ini juga berlaku hanya bagi penduduk seperti eksportir atau importir dalam negeri, dan tidak berlaku bagi non-Penduduk atau investor asing. Perry mengatakan investasi asing dalam bentuk portofolio saham, obligasi dan PMA masih dibutuhkan bagi ekonomi Indonesia.
"Sehingga kebijakan lalu lintas devisa bebas bagi investor asing tetap berlaku," katanya.
Saat ini ketentuan devisa hasil ekspor masih berlaku untuk eksportir dan importir. Perry menyampaikan, BI terus mengajak pelaku pasar untuk kolaborasi dan kerja sama agar terus memasok dolar hasil ekspor ke rupiah. Sehingga stabilitas nilai tukar terjaga.
Ia memahami dunia usaha memerlukan devisa ke depan. Maka dari itu, BI sudah menawarkan relaksasi di DNDF yang bisa digunakan untuk melakukan lindung nilai atau hedging. Jadi pelaku pasar tidak perlu khawatir menjual dolarnya sekarang.
"Nanti dengan DNDF bisa melindungi risiko nilai tukar sehingga kita ada kontraknya berapa nilai tukar yang ada," katanya.
Pengeloaan devisa diperlukan dalam mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, termasuk stabilitas nilai tukar rupiah. Pengaturan devisa bagi Penduduk tersebut masih konsisten dengan prinsip pengelolaan makroekonomi secara prudent yang berlaku secara internasional. Khususnya dalam kondisi ekonomi dalam tekanan seperti akibat pandemi Covid-19.