REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta perbankan dapat menyesuaikan relaksasi kredit bagi debitur UMKM maksimal satu bulan. Hal ini menyusul aturan relaksasi kredit yang tertuang dalam Peraturan OJK No 11/POJK.03/2020 sebagai stimulus bagi industri perbankan dan debitur.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, selama ini penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia tidak serta merta diikuti oleh perbankan nasional. Bahkan, membutuhkan waktu sekitar tiga bulan sampai empat bulan untuk menyesuaikan penurunan suku bunga acuan.
"Apalagi situasi sedang tidak normal. Maka perbankan harus dipaksa menurunkan (suku bunga) paling lama dalam sebulan," ujarn Tauhid ketika dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (25/3).
Menurutnya pemerintah harus turut mendorong perbankan BUMN agar melakukan relaksasi kredit secara cepat. Hanya saja, konsekuensinya pemerintah harus legawa tidak mendapat sumbangan dividen dari BUMN pada tahun ini.
"Jika menteri BUMN mengatakan perbankan BUMN harus menurunkan suku bunga kredit maka harus dikeluarkan legalitasnya, tidak hanya seruan. Konsekuensinya akhir tahun ini dividen akan berkurang drastis dan berpengaruh ke capex (capital expenditure/belanja modal-Red) perusahaan," ucap dia.
Tak hanya itu, pemerintah juga semestinya bisa menanggung beban bunga suku bunga KUR saat kondisi seperti ini. Tercatat suku bunga KUR telah diturunkan pemerintah dari 10 persen menjadi enam persen.
"Pemerintah harus menanggung beban bunga KUR lagi sisanya enam persen ke nol persen agar UMKM mikro masih punya kemampuan karena semua sudah pasti rugi tidak ada yang untung," ujarnya.
Ia menambahkan, industri farmasi dan makanan serta ritel masih memiliki harapan, tetapi secara umum semua industri turun. Maka NPL perbankan berpotensi naik dari 2,75 persen menjadi lebih di atas tiga persen sampai pada Maret ini.