REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai peluang Indonesia untuk merebut pasar China kembali hilang karena mewabahnya pandemi virus corona (Covid-19) di Tanah Air. Fithra menjelaskan, Indonesia sejak awal tahun ini punya momentum bangkit karena dalam Purchasing Managers Index (PMI) Februari 2020, manufaktur Indonesia memperlihatkan kenaikan dari 49,3 pada bulan Januari ke posisi 51,9 pada Februari 2020.
"Purchasing Managers Index Indonesia di atas 50 di mana China bahkan di bawah 30. Ini cukup menjanjikan di awal tahun, apalagi ditambah Februari ekspor kita meningkat signifikan. Itu menandakan geliat produksi mulai tumbuh," katanya yang dihubungi di Jakarta, Selasa (24/3).
Peningkatan PMI manufaktur Indonesia itu tercatat pertama kalinya pada kondisi bisnis sejak bulan Juni 2019. Poin PMI di atas angka 50 menandakan sejumlah sektor manufaktur masih melakukan upaya perluasan usaha atau ekspansif. Sementara itu, angka di bawah 50 menandakan sektor manufaktur tengah kontraktif.
Dengan kondisi tersebut, Fithra berpendapat, pada awal tahun ada potensi pengalihan pasar dari China menuju pasar ASEAN, termasuk Indonesia. Terlebih, kala itu tren penyebaran Covid-19 masih belum melebar ke luar China.
"Jadi, sebenarnya Januari-Februari itu windows of opportunity kita untuk menangkap investasi. Dua bulan itu cukup menjanjikan. Tapi, memasuki Maret, banyak kasus (corona) di Indonesia. Ini jadi bahan pertimbangan bagi investor karena aktivitas produksi juga pasti melambat," katanya.
Peluang untuk merebut investasi dari China, Fithra melanjutkan, juga tertutup karena Negeri Tirai Bambu itu sudah mulai pulih dari wabah corona. "China yang tadinya sedang mengalihkan proses produksinya ke Asia Selatan dan Tenggara, tapi karena mereka April nanti akan operasi penuh, saya rasa momentum untuk mengambil pasar dari China ya sudah hilang dengan kejadian Covid-19 di sini," ujarnya.