REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus memproyeksikan, wabah virus corona (Covid-19) berpotensi menurunkan kinerja ekspor Indonesia hingga 6,8 persen pada tahun ini. Besaran ini disampaikannya dengan menggunakan kalkulasi Global Trade Analysis Project (GTAP) dalam diskusi online Indef, Ahad (15/3).
Heri mengatakan, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia mencapai 17 persen atau menjadi yang tertinggi dibandingkan ekspor ke negara lain. Sementara itu, BPS mencatat, terjadi penurunan ekspor ke Cina hingga 211,9 juta dolar AS pada Januari dibandingkan Desember 2019.
Penyebabnya, penurunan permintaan Cina terhadap produk Indonesia yang merupakan dampak dari penyebaran virus corona. "Oleh karena itu, dampaknya akan sangat besar jika penurunan permintaan terus terjadi," tutur Heri saat dikonfirmasi Republika.co.id.
Untuk menekan dampak negatif tersebut, Heri menekankan, pemerintah harus melakukan kebijakan di luar paket yang sudah dikeluarkan pemerintah baru-baru ini. Ia menilai, dibutuhkan strategi jangka pendek untuk mengupayakan agar produktivitas output industri dan perdagangan tetap tumbuh sesuai dengan target.
Salah satu strategi yang dianjurkan Heri adalah segera mencari pasar alternatif. Pertama yang dapat dilakukan yakni memetakan produk-produk ekspor terdampak penurunan ekspor ke China.
"Kemudian, pemerintah dan usaha perlu memetakan pasar tujuan alternatif sebagai upaya diversifikasi pasar," katanya.
Heri menambahkan, pemerintah juga harus fokus melakukan diplomasi perdagangan. Tujuannya, agar dapat meningkatkan ekspor berbagai produk industri Indonesia ke negara atau pasar alternatif. Upaya ini guna mencari kompensasi penurunan ekspor ke Cina, sehingga tetap dapat meningkatkan devisa.
Dalam jangka menengah dan panjang, Heri menjelaskan, pemerintah juga harus meningkatkan ekspor ke negara mitra dagang China. Berkurangnya kemampuan ekspor China ke berbagai negara dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengambil pangsa pasar ekspor mereka di negara-negara mitra dagang.
Pemerintah bisa memulai memetakan negara yang mengalami dampak penurunan ekspor China. Selanjutnya, menganalisis informasi pasar, kebutuhan produk, hambatan perdagangan dan jaringan distribusi. "Kemudian, dicari solusi atau langkah selanjutnya untuk mengisi kebutuhan dan melewati hambatan yang ada ini," ujar Heri.
Tidak hanya Indonesia, dampak lebih besar dirasakan pada perdagangan dunia. Masih dengan kalkulasi GATP, Heri memprediksi kinerja perdagangan global bisa turun hingga delapan persen. Hal ini dikarenakan aktivitas industri orientasi ekspor mengalami disrupsi seiring dengan hambatan dalam mendapatkan bahan baku dari China.
Salah satu industri yang sudah terdampak adalah pabrik perakitan mobil Nissan di Fukuoka, Jepang, untuk tujuan ekspor. Mereka menyatakan akan memberhentikan produksi dikarenakan pasokan komponen yang tidak mencukupi dari China.