Ahad 08 Mar 2020 13:29 WIB

Gotong Royong Harga Gas Murah untuk Pembangkit PLN

Harapannya dengan murahnya harga gas pembangkit bisa berpengaruh pada tarif listrik

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) siap menjalankan mandat dari Pertamina untuk melaksanakan gasifikasi 52 Pembangkit Listrik PLN dalam rangka mendukung kelistrikan nasional.
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) siap menjalankan mandat dari Pertamina untuk melaksanakan gasifikasi 52 Pembangkit Listrik PLN dalam rangka mendukung kelistrikan nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berupaya menciptakan harga gas yang murah untuk pembangkit Perusahaan Listrik Negara (PLN). Harapannya dengan murahnya harga gas untuk pembangkit bisa berpengaruh pada tarif listrik ke masyarakat.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif menjelaskan komitmen pemerintah untuk bisa menyediakan harga listrik yang murah salah satunya adalah mengkonversi pembangkit berbahan bakar minyak menjadi gas. Namun, efisinesi ini juga bisa ditekan kembali dengan menciptakan harga gas yang murah untuk pembangkit PLN.

"Kami berupaya untuk harga gas untuk pembangkit listrik bisa 6 dolar per MMBTU," ujar Arifin, Ahad (8/3).

Ia menjelaskan aturan untuk rencana tersebut akan dilakukan revisi Perpres Nomer 40 Tahun 2016. Semula dalam aturan tersebut harga gas murah diperuntukan untuk 7 industri. Namun, pemerintah berupaya untuk bisa memasukan PLN sebagai penerima harga gas murah tersebut.

Saat ini, Kementerian ESDM sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan untuk membahas hal tersebut. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Rida Mulyana menjelaskan masuknya PLN sebagai industri yang menerima harga gas yang murah bisa membawa manfaat bagi beban pokok produksi PLN yang nantinya bisa berimbas pada tarif listrik untuk masyarakat. "Lagi dihitung dulu dampaknya ke penerimaan negara oleh Kemenkeu," ujar Rida.

Rida merinci tahun ini PLN mengganggarkan sebesar Rp 359,03 triliun untuk penyediaan BPP. Adapun sebesar 41 persennya atau Rp 146,67 triliun digunakan perseroan untuk belanja bahan bakar.

Sedangkan porsi belanja bahan bakar gas pembangkit listrik PLN mencapai sebesar 38,36 persen atau Rp 60,98 triliun. Adapun alokasi belanja bahan bakar gas dalam penyediaan BPP porsinya paling besar dibandingkan bahan bakar lain.

Rinciannya, alokasi belanja bahan bakar batu bara sebesar Rp 56,26 triliun, bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar nabati (BBN) sebesar Rp 24,17 triliun dan bahan bakar dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar Rp 5,24 triliun.

Meski begitu, listrik yang dihasilkan dari pembangkit berbahan bakar gas tidak sebesar batu bara. Rida menyebut, kapasitas daya listrik yang dihasilkan dari pembangkit berbahan bakar gas sebesar 65,24 terawatt hours (Twh) atau mencapai 21,28 persen dari total kapasitas yang dihasilkan dari berbagai macam pembangkit.

Adapun jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan kapasitas tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik berbahan bakar batu bara atau pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang mencapai 187,52 Twh.

“Oleh karena itu, turunnya harga gas sangat berpengaruh terhadap BPP sehingga menghemat keuangan PLN dan pada ujungnya mengurangi beban subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement