REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan, pemerintah akan menekan dampak negatif penyebaran virus corona terhadap industri dari sisi suplai. Kebijakan ini akan tertuang dalam paket stimulus kedua yang siap dirilis dalam waktu dekat.
Sri mengatakan, wabah virus corona sudah menghambat proses produksi di China. Berdasarkan data yang disampaikan Biro Statistik Nasional setempat, purchasing managers’ index (PMI) Cina berada di rekor terendah pada 36,6 di bulan Februari, turun drastis dibandingkan Januari yang menyentuh 50,0. Bahkan, sub-indeks produksi manufaktur berada di level 27,8 pada Februari, sebelumnya berada di titik 51,3 pada Januari.
Angka-angka itu disebut Sri sebagai gambaran bahwa proses produksi di China memang tidak terjadi. Dampaknya, negara lain, termasuk Indonesia, akan kesulitan mencari bahan baku mengingat China sebagai supplier berbagai material mentah. Kalaupun dilakukan substitusi ke negara lain, pasti membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
"Artinya, kita harus siapkan diri kemungkinan terjadinya disrupsi produksi," ujarnya ketika ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Jakarta, Rabu (4/3).
Berkaca dari kondisi itu, Sri menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran kementerian/ lembaga untuk mengurangi semaksimal mungkin disrupsi dari sisi suplai. Misalnya, melalui relaksasi di sektor perdagangan. Arus impor barang yang selama ini harus melewati sejumlah rangkaian prosedur, akan direlaksasikan atau disimplifikasi.
Sri belum menyebutkan, sektor mana saja yang akan mendapatkan fasilitas tersebut. Ia bersama Kementerian Perindustrian harus melihat dan mendiagnosa sektor pengolahan mana saja yang terkena imbas paling besar dari kondisi sekarang.
Tapi, ia menilai, industri elektronik, petrochemical, otomotif hingga tekstil dan produk tekstil akan menjadi bidang yang paling terkena imbas. Sebab, daerah Wuhan yang menjadi titik awal penyebaran corona, merupakan pusat produksi berbagai sektor itu. "Kita harus formulasikan, beberapa opsi sudah mulai kita kaji dan nanti pasti kita umumkan segera," kata Sri.
Relaksasi untuk sisi suplai ini akan menjadi paket stimulus kedua, pelengkap dari paket sebelumnya yang menyasar sektor pariwisata dan konsumsi masyarakat terlebih dahulu. Sri memastikan, instrumen fiskal akan memainkan peran semaksimal mungkin dalam rangka mitigasi dampak negatif, baik di sektor produksi maupun konsumsi.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, paket stimulus kedua sedang memasuki tahap finalisasi. Paket ini berisi sekitar delapan paket kebijakan, dengan rincian empat paket terkait prosedural dan empat lainnya mengenai fiskal yang siap dikomunikasikan bersama Kemenkeu.
Salah satu paket itu, Airlangga menjelaskan, pemerintah fokus mempermudah impor maupun ekspor untuk menstimulus kegiatan produksi Indonesia saat ini. Hal-hal bersifat administratif akan disederhanakan. "Hal-hal yang dianggap dapat menghambat, ya mungkin bisa digeser dulu," ujarnya saat memberikan sambutan dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu.
Ia memberikan contoh, untuk kegiatan ekspor, pemerintah memudahkan eksportir untuk mendapatkan Certificate of Origin (COO) atau Surat Keterangan Asal (SKA). Sedangkan, untuk impor bahan baku, fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) akan diperluas.
Relaksasi sejumlah komponen biaya pun akan diperbanyak. Airlangga mengatakan, baik itu dari Pajak Penghasilan (PPh) impor ataupun bea masuk. "Sehingga, bahan baku bisa langsung dimanfaatkan untuk produksi," ucapnya.