REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan telah menerbitkan instrumen sukuk ritel pertama di dunia yang menggunakan konsep green, yaitu Sukuk Tabungan ST006, pada November 2019. Penerbitan green sukuk ritel merupakan strategi pemerintah dalam melakukan diversifikasi underlying asset dan basis investor.
Penerbitan green sukuk juga bertujuan membantu pemerintah mewujudkan komitmen untuk menurunkan emisis karbon 2030 sebesar 29 persen dengan busniness as usual atau sebesar 41 persen dengan bantuan luar negeri atau pihak lain.
Direktur Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Wahyu Trenggono menilai green sukuk harus mampu menjadi instrumen yang menawarkan untung menjanjikan agar para investor tertarik membelinya.
“Begitu bicara investasi pasti harus bicara return. Kalau tidak ada return, tidak ada orang yang mau memberikan dananya secara percuma atau bahkan merugi,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (3/3).
Menurut dia, bagi para investor syariah, instrumen investasinya harus menawarkan return dengan tambahan catatan tanpa melanggar ketentuan syariah.
“The beauty dari instrumen investasi berbentuk fixed income adalah selalu dibutuhkan di situasi market bearish maupun bullish,” ucapnya.
Wahyu menjelaskan, pada saat bullish market, instrumen fixed income dibutuhkan untuk mendiversifikasi risiko dalam portfolio. Maka, manajer investasi tetap membutuhkan instrumen fixed income untuk penempatan dananya.
“Pada saat pasar sedang bearish, para investor biasanya mencari instrumen fixed income, sebagai safe haven untuk menempatkan dana yang mereka dapat dari menjual instrumen equity agar terhindar dari kerugian akibat jatuhnya harga saham-saham,” katanya.
Sepanjang tahun, Kementerian Keuangan berencana menerbitkan tiga instrumen surat berharga syariah, yakni satu sukuk ritel (SR) dan dua ST. Jumlah ini hampir dua kali lipat dibandingkan tahun lalu, dengan penerbitan sukuk ritel satu kali dan sukuk tabungan hingga empat kali.
Kebijakan ini dilakukan untuk menghindari kejenuhan investor terhadap instrumen investasi berbasis syariah yang ditawarkan pemerintah. Penurunan jumlah lelang dilakukan berdasarkan evaluasi pada tahun lalu. Makin mendekati penghujung tahun, hasil penjualan instrumen investasi ritel yang ditawarkan Kemenkeu mengalami penurunan.