REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) M Fanshurullah Asa menyampaikan usulan untuk menekan penyimpangan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Salah satu caranya dengan menggunakan digitalisasi nozzle atau teknologi informasi.
Hal itu disampaikan pria yang akrab disapa Ifan ini saat menjawab pertanyaan anggota Komisi VII DPR RI di forum rapat dengan pendapat di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (12/2). "Digitalisasi nozzle bisa membuat penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran," ujar dia.
Penggunaan pencatatan elektronik dalam penyediaan dan pendistribusian BBM ini telah diatur dalam Peraturan BPH Migas Nomor 06 Tahun 2013 tentang Penggunaan Teknologi Informasi dalam Penyaluran Bahan Bakar Minyak. Penyiapan teknologi terpadu ini juga tertuang dalam Surat Keputusan Kepala BPH Migas No. 38/P3JBT/BPH Migas/Kom/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penugasan Badan Usaha untuk melaksanakan penyediaan dan Pendistribusian JBT Tahun 2018 sampai dengan tahun 2022 kepada PT Pertamina (Persero).
Melalui Surat Menteri ESDM No.2548/10/MEM.S/2018 tanggal 22 Maret 2018, Menteri ESDM meminta Menteri BUMN agar mengintruksikan kepada PT Pertamina (Persero) untuk segera melaksanakan pencatatan penjualan JBT sesuai ketentuan Perpres Nomor 191 melalui pencatatan elektronik/digitalisasi nozzle.
“Menteri ESDM, dirut Pertamina, Dirut Telkom, sudah komit Juni 2020 IT nozzle yang mencatat cctv, mencatat nomor polisi itu sudah berjalan, jadi tunggu,” ujar Ifan menegaskan.
Digitalisasi nozzle sesuai target akan dipasang di 5.518 SPBU di seluruh Indonesia. Hingga 10 Februari 2020, telah terpasang Automatic Tank Gauge (ATG) di 4.062 SPBU dan yang sudah terpasang Electronic Data Capture di 2.919 SPBU. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.138 SPBU dapat mencatat nomor polisi secara manual menggunakan EDC.
Pertamina dan Telkom telah berkomitmen untuk menyelesaikan digitalisasi nozzle di 5.518 SPBU hingga akhir Juni 2020. Berdasarkan laporan hasil evaluasi Pertamina, data transaksi Biosolar JBT pada periode 1-31 Januari 2020 terdapat 11.942 transaksi tidak wajar dengan volume pembelian di atas 200 liter per transaksi yang terjadi pada pukul 00.00 s.d 23.59 waktu setempat.
“Kalau ini terjadi IT nozzle berjalan, revisi konsumen pengguna berjalan, mudah-mudahan potensi jebolnya yang 2019 1,6 juta kilo liter, ditahun 2020 ini bisa dikurangi atau tidak sama sekali,” kata Ifan.
Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, kuota penyaluran sebanyak 15,87 juta kl terbagi atas minyak solar 15,31 juta kl dan minyak tanah sebesar 0,56 juta kl. Adapun kuota JBT mengalami kenaikan sebesar 5,03 persen dari kuota BBM 2019 sebanyak 15,11 juta.