REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan ketidakpastian pasar keuangan global akibat virus corona semakin tinggi, meskipun intensitas di China mulai berkurang. Saat ini para investor global menarik penempatan dananya di pasar keuangan negara berkembang dan mengalihkan ke aset keuangan dan komoditas yang dianggap aman seperti UST Bond dan emas.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan kondisi tersebut menekan pasar keuangan dunia dan memberikan tekanan depresiasi cukup tajam pada banyak mata uang global, termasuk Indonesia.
“Investor tarik dana di pasar keuangan di berbagai negara, baik maju maupun negara berkembang tak terkecuali di Indonesia. Mereka lebih menempatkan aset yang aman yaitu cash dalam bentuk tunai dijual dulu seperti emas. Ini kemudian jadi tekanan di pasar keuangan global hampir di semua negara pada minggu lalu,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (2/3).
Menurutnya Bank Indonesia terus konsisten menjaga stabilitas moneter, nilai tukar Rupiah dan pasar keuangan, serta mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menempuh kebijakan untuk melakukan stabilisasi pasar saham serta terus memperkuat ketahanan industri perbankan dan jasa keuangan lain.
“Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain dalam melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah dan memitigasi dampak risiko virus corona terhadap perekonomian domestik,” ucapnya.
Menurut Perry pemerintah juga telah dan akan terus meningkatkan ruang stimulus fiskal dan memberikan kemudahan berusaha sektor riil termasuk kegiatan pariwisata dan ekspor-impor, sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka memperkuat koordinasi dan berbagai langkah kebijakan yang telah diambil sebelumnya, Bank Indonesia menempuh lima langkah kebijakan lanjutan untuk menjaga stabilitas moneter dan pasar keuangan, termasuk memitigasi risiko virus corona antara lain pertama meningkatkan intensitas triple intervention agar nilai tukar Rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya dan mengikuti mekanisme pasar. Untuk itu, Bank Indonesia akan mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF, pasar spot, dan pasar SBN guna meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar rupiah.
Kedua menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum Konvensional, dari semula delapan menjadi empat persen, berlaku mulai 16 Maret 2020. Penurunan rasio GWM Valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar 3,2 miliar dolar AS dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas. Ketiga menurunkan GWM Rupiah sebesar 50 basis poin yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor, yang dalam pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan pemerintah. Kebijakan ini diharapkan dapat mempermudah kegiatan ekspor-impor melalui biaya yang lebih murah. Kebijakan akan diimplementasikan mulai 1 April 2020 untuk berlaku selama sembilan bulan dan sesudahnya dapat dievaluasi kembali.
Keempat memperluas jenis underlying transaksi bagi investor asing sehingga dapat memberikan alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan Rupiah. Kelima investor global dapat menggunakan bank kustodi global dan domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan pasar keuangan dan perekonomian termasuk dampak virus corona serta terus memperkuat bauran kebijakan dan koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait.
“Kami berupaya mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, serta mempercepat reformasi struktural,” ucapnya.