Kamis 27 Feb 2020 12:00 WIB

AASI: Enam Asuransi Syariah Siap Garap Asuransi Aset Negara

Aset negara berupa universitas Islam, masjid, madrasah bisa dijamin asuransi syariah

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Asuransi syariah (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Asuransi syariah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) telah menyatakan kesiapan untuk ikut menggarap potensi asuransi Barang Milik Negara (BMN). Direktur Eksekutif, Erwin Noekman menyampaikan sejumlah anggota asosiasi berminat dan bersedia.

"Kita sudah sampaikan minat dan bersiap untuk menjamin risiko pada BMN sesuai prinsip syariah, dalam rangka menjaga ekosistem halal juga," katanya di Jakarta, Rabu (27/2).

Baca Juga

Menurutnya, AASI sudah menyampaikan hal tersebut pada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bersama dengan OJK, AASI ingin menyampaikannya langsung pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan.

Sebanyak 63 perusahaan asuransi syariah yang ada di Indonesia terdiri dari 13 perusahaan full fledge dan 50 Unit Syariah (US). Dalam pembicaraan awalan dengan anggota, Erwin menyampaikan ada sekitar tiga perusahaan full fledge dan 2-3 US yang menyatakan kesiapan.

Ia percaya, seiring dengan rencana dan pembicaraan yang diharapkan intens kedepannya, jumlah yang berminat bisa lebih tinggi. Asosiasi saat ini masih mengupayakan untuk memulai pembahasan dengan Kementerian Keuangan.

Erwin menyampaikan ini bisa jadi implementasi dari komitmen riil pemerintah dalam mendukung ekonomi syariah. Sekaligus upaya industri untuk melengkapi halal value chain.

Aset negara yang terkait dengan industri, seperti universitas Islam, masjid,  madrasah, dan lainnya bisa dijamin oleh asuransi syariah. Sehingga tidak mengganggu atau mengambil porsi dari asuransi konvensional.

"Sekitar 5-10 persennya saja dari BMN bisa untuk meningkatkan industri," katanya.

Erwin menyampaikan Asosiasi sudah pernah menghitung kesiapan dari anggota jika menanggung risiko BMN. Ia mengatakan asosiasi sudah bisa menanggung per satu persen risikonya. Kalaupun butuh tambahan, masih ada reasuransi syariah.

Jika masih belum cukup juga ada reasuransi dari luar negeri sebagai back up tambahan. Erwin menyampaikan ekosistem penjaminan di asuransi syariah sudah terjaga sehingga memungkinkan ekspansi demikian.

Jika lolos, ini akan menjadi awal kerja sama dengan pemerintah secara langsung. Kedepan, asosiasi bisa dilibatkan lebih jauh pada program pemerintah. Misalnya dalam penjaminan di sukuk pemerintah.

Outstanding loan sukuk pemerintah diperkirakan sekitar Rp 900 triliun. Underlying asset-nya diperkirakan sekitar 40 persennya, atau sekitar Rp 360 triliun.

"Underlying ini kan kolateral yang tentu harus dijamin, sehingga bisa saja melibatkan asuransi syariah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement