REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yudha Satria (27 tahun) sejak lulus kuliah dari Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur pada 2014, sudah memiliki keinginan untuk memiliki rumah. Kebetulan pula, laki-laki asal Bojonegoro ini langsung mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa percetakan di Tuban. Meski usianya saat itu baru 22 tahun, Yudha yang berstatus masih lajang merasa memiliki kewajiban memiliki rumah sebagai modal berumah tangga.
Setelah mengumpulkan berbagai informasi dengan berselancar di dunia maya, Yudha mendapat satu petunjuk tentang program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang diluncurkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Setelah bertanya ke beberapa orang, semuanya mengarahkan satu jawaban yakni ambil kredit perumahan rakyat (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN). "Ya karena memang BTN selama ini identik dengan kredit rumah. Saya ke situ juga enak pelayannya, tidak antre, karena yang ke situ tidak ada yang menabung, pasti mengurus kredit rumah," ucap Yudha mengisahkan titik awal perjalanannya memiliki rumah, Senin (24/2).
Setelah konsultasi dengan pegawai BTN Cabang Tuban, Yudha baru benar-benar paham tentang manfaat program FLPP alias kredit rumah subsidi. Menurut dia, harga rumah subsidi yang dibangun pemerintah tersebut memang diperuntukkan bagi kalangan kelas bawah yang belum memiliki rumah. Dia mengatakan, sebenarnya tidak ada bedanya perumahan umum dengan subsisi, yang tidak sama tentu harga rumah subsidi jauh lebih murah karena diperuntukkan bagi warga tertentu dengan syarat ingin memiliki rumah pertama.
Dari hasil perbincangan dengan staf BTN Cabang Tuban, Yudha pun diarahkan untuk memilih rumah yang ingin dibeli dengan mendatangi langsung lokasi perumahan. Dia pun mendapati, ternyata ada enam pengembang rumah subsidi yang bekerja sama dengan BTN. Dia secara teliti memeriksa kualitas bahan bangunan di enam perumahan yang disurveinya. Dengan pertimbangan jarak ke kantor yang hanya lima kilometer (km) atau tiga km ke pusat kota di Tuban, Yudha akhirnya menjatuhkan pilihan membeli rumah di Perumahan Griya Asri, Desa Tasikmadu, Kecamatan Palang, dengan harga Rp 140-an juta. Selain itu, menurut dia, perumahan tersebut juga versi dia memiliki kualitas bangunan paling bagus dibandingkan lima perumahan lainnya.
Sehingga ia merasa kalau membeli rumah di Perumahan Griya Asri hanya perlu merenovasi dengan biaya minimal. "Selama ini, saya tahunya cuma satu perumahan saja. Saya pun survei semuanya, dan akhirnya sreg dengan satu rumah subsidi dua kamar berukuran 33 meter persegi (m2) dengan luas rumah 66 m2. Rumah ini agak luas karena berada di pojokan, sehingga kelebihan tanah," ucap Yudha.
Setelah menemukan lokasi rumah yang pas di hati, ia pun mengurus administrasi di BTN Cabang Tuban dengan membayar sejumlah biaya (notaris, pajak, dan administrasi bank) serta uang pangkal (DP) sejumlah Rp 20 jutaan. Dia mengakui, proses verifikasi agak ribet, namun memakluminya karena memang bank tidak ingin salah melakukan penyaluran pembiayaan. Selama syarat lengkap dan tidak memiliki riwayat buruk dengan bank, menurut Yudha, proses persetujuan KPR subsidi kepemilikan rumah bisa disetujui dalam waktu satu bulan.
Yudha mengatakan, memilih biaya cicilan Rp 900 ribuan per bulan dengan tenor 15 tahun, karena saat itu ia masih berstatus sebagai pegawai training dengan gaji Rp 800 ribuan selama setahun. Sebenarnya ada opsi cicilan lebih murah dengan besaran Rp 600-an ribu-Rp 750 ribu dengan masa 25 atau 20 tahun. Setelah mempertimbangkan tidak ingin terlalu lama menanggung cicilan, ia memilih waktu 15 tahun dengan pertimbangan ketika lunas, anaknya mulai masuk SMA.
Dia mengatakan, hasil tabungannya selama ini mulai dari mahasiswa hingga gaji beberapa bulan sudah mencukupi untuk dijadikan DP. "Rumah subsidi nggak selalu di pelosok. Ada yang dekat kota. Tergantung pintar memilih, dan jangan kesusu (beli)," ucap Yudha yang mulai 2015 berstatus karyawan kontrak dengan gaji Rp 2 jutaan per bulan dan menjadi karyawan tetap pada 2016 dengan gaji Rp 3 jutaan. Dengan status karyawan tetap dan gaji mencukupi untuk biaya hidup di Tuban, Yudha mengaku jumlah cicilan menjadi tidak terasa berat.
Dia menjelaskan, pada mulanya, saat awal bekerja juga mempunya pikiran untuk membeli mobil dengan cara kredit. Setelah menimbang untung ruginya, Yudha menjatuhkan pilihan membeli rumah dulu, karena merupakan kebutuhan primer sekaligus buat 'investasi' ketika sudah berkeluarga. Yudha yang kini sudah menikah dengan satu anak menyebutkan, saat ini harga kontrakan di Tuban mencapai Rp 800-an ribu sampai Rp 1 juta per bulan. Kalau saat itu, ia tidak memilih membeli rumah maka saat ini harus membayar kontrakan bulanan yang setara dengan harga cicilan rumah.
"Daripada duit dikasih ke orang lain mending buat investasi (cicilan) di bank, beli rumah sendiri. Dengan memanfaatkan program pemerintah, rumah murah (kita) bisa punya rumah di usia berapa pun. Nggak perlu nunggu warisan. Beli rumah sebelum nikah," ucap Yudha.
Dia mengakui, memang desain rumah subsidi tampilannya standar. Meski begitu, Yudha menjelaskan, sambil menunggu cicilan lunas atau minimal ditempati lima tahun, pemilik rumah berikutnya bisa merenovasi suka-suka. Tentu saja, saran dia, sebaiknya sejak awal membeli rumah subsidi memilih lahan agak luas paling tidak 60 m2. Yudha mengapresiasi, ketentuan rumah subsidi yang wajib dihuni pemiliknya dan hanya boleh menambal dinding plus membuat pagar benar-benar ditegakkan secata ketat.
Dia mendapati, ada satu pemilik rumah dalam kompleks Perumahan Griya Asri tidak taat aturan dengan meningkat rumahnya. Entah dapat laporan dari mana, sambung dia, petugas langsung datang dan mengingatkan pemilik rumah telah melanggar kontrak yang diteken dalam pembelian rumah. "Alhasil fasilitas subsidinya dicabut. Dari harusnya cicilan Rp 900 ribuan kini jadi Rp 1,9 jutaan gara-gara rumahnya direnovasi total," ucap Yudha.
Staf PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. berfoto usai peluncuran ulang aplikasi Mobile Banking Bank BTN di acara Millenials Digital Experience di Jakarta, Jumat (7/2). Yogi Ardhi/Republika.
Kini, BTN juga memiliki aplikasi di Google Play Store bernama BTN Properti Mobile yang dapat diunduh siapa pun yang ingin membeli rumah. Dengan aplikasi tersebut, masyarakat tidak perlu lagi harus mendatangi kantor BTN untuk mengajukan pembiayaan karena bisa langsung mengisi secara daring. Pun tersedia fitur simulasi KPR sehingga calon pembeli rumah, baik subsidi maupun nonsubsi dapat menghitung biaya cicilan per bulan disesuaikan dengan harga rumah dan DP yang harus disetorkan. Dibandingkan dengan lima tahun lalu, menurut Yudha, sekarang informasi daftar perumahan subsidi dapat dengan mudah diakses lewat gawai.
Dengan berbagai kemudahan itu, Yudha mengajak generasi milenial untuk berani bermimpi membeli rumah sejak berusia mudah, bahkan sebelum menikah agar tidak menumpang di rumah mertua atau harus mengontrak saat sudah menikah. Syaratnya cuma satu, yaitu mengurangi gaya hidup konsumtif agar bisa menabung untuk dijadikan DP rumah. "Bahkan cicilan rumah (subsidi) sama paket data kalian per bulan, masih murah ini. Ini sejuta nggak nyampe, punya rumah pribadi. Jadi, punya rumah saat muda bukan hal mustahil. Kita nongkrong per bulan bisa menghabiskan jutaan," ucap Yudha.
Tyo (26) juga memiliki pengalaman serupa dengan membeli rumah saat berstatus belum menikah. Dia mengaku, membeli rumah di Griya Artha Rajeg, Kabupaten Tangerang pada dua tahun lalu atau saat berusia 24 tahun. Dia menceritakan, saat itu ia berani membeli dengan memutuskan membayar DP rumah seharga Rp 23 juta dengan dicicil delapan kali. Dia mengaku, memang bertekad membeli rumah bahkan kalau bisa sebelum menikah.
Mimpinya tersebut akhirnya terwujud, setelah enam bulan sebelum proses akad nikah dijadwalkan, ia mengikuti jejak saudaranya untuk membeli rumah subsidi dengan bermodal tabungan yang dikumpulkan. Setelah membayar enam kali cicilan, dua hari setelah melangsungkan akad nikah, Tyo ditelpon marketing perumahan untuk diminta melunasi dua kali cicilan tersisa sebesar Rp 5 juta. "Karena pekan depan akad kredit atau serah terima kunci. Puyeng nggak tuh mana belum resepsi, alhamdulillah bisa (beli rumah)," ujar Tyo.
Dia pun memberi tips, siapa pun yang berstatus anak mudah bisa membeli rumah pertama, meski berstatus subsidi asal memiliki niat kuat sejak awal. Tyo mengingatkan, sebelum membeli rumah, sebaiknya melakukan survei langsung ke lokasi untuk memastikan lahan, bentuk rumah, dan akses supaya legalitas benar-benar terjamin. Setelah itu, ketika sudah menemukan perumahan yang cocok, dapat langsung berurusan dengan bank, khususnya BTN. Saya dapet info awal dari teman yang duluan mengambil di perumahan. Modalnya nekat," kata Tyo.
Menyasar milenial
BTN telah 43 tahun tanpa henti per 10 Desember 2019, menyalurkan KPR ke masyarakat yang jika ditotal diperuntukkan sekitar 5 juta unit rumah dengan nilai kredit sekitar Rp 300 triliun. Direktur Utama Bank BTN, Pahala N Masyuri mengatakan, khusus KPR subsidi, BTN telah menyalurkan kredit paling banyak di angka 3,46 juta rumah dengan nilai Rp 159,97 triliun.
Menurut dia, besarnya porsi penyaluran KPR subsidi merupakan bentuk kepercayaan Kementerian PUPR yang terus-menerus, termasuk Program Sejuta Rumah yang dicanangkan sejak 2015. Pahala mengatakan, per kuartal kedua 2019, BTN menguasai pangsa KPR subsidi sebesar 91,55 persen. Angka sangat besar lantaran pemerintah juga menggandeng beberapa bank lain yang menyalurkan kredit perumahan, termasuk subsidi.
Tidak ingin berpuas diri, pihaknya terus melakukan inovasi supaya penyaluran KPR subsidi kepada masyarakat dapat lebih cepat dan tepat sasaran. Untuk itu, Pahala menegaskan, BTN membuat model bisnis baru berupa pembiayaan perumahan maupun tabungan untuk melayani kebutuhan hunian guna menggaet segmen milenial. "Pasar KPR sudah sangat sesak, baik subsidi maupun nonsubsidi. Posisi Bank BTN perlu ke depan mencari terobosan dan inovasi baru agar menjadi pusat pembicaraan (top of mind) seluruh generasi, baik milenial, generasi X, maupun baby boomers jika bicara tentang KPR,” kata Pahala, beberapa waktu lalu.
BTN sebenarnya sudah punya produk khusus bagi melenial yang ingin memiliki rumah pertama. Produk KPR Gaess itu akan terus disempurnakan oleh manajemen, karena berdasarkan riset Badan Pusat Statistis, saat ini sekitar 83 juta jiwa (34 persen) jumlah penduduk didominasi kelahiran 1981-2000. Dengan potensi ceruk pasar sangat besar tersebut, Segmen ini menjadi ceruk pasar yang menjanjikan bagi perbankan, Pahala meyakini, kalangan milenial yang berstatus golongan kelas menengah perlu digaet untuk memanfaatkan KPR karena memiliki daya beli besar yang bisa menjadi penggerak ekonomi Indonesia.
Dia memahami, tidak semua generasi milenial mau dan tertarik dengan fasilitas KPR yang ditawarkan BTN. Untuk itu, pihaknya bakal terus meluncurkan berbagai program supaya semakin banyak milenial yang mau menabung untuk bisa memiliki rumah sejak dini. Tidak ketinggalan, pada tahun ini, perseroan mengincar dapat menyediakan rumah bagi milenial sekaligus sebagai rumah para kaum muda tersebut untuk menyimpan dana, hingga melakukan berbagai transaksi.
"Untuk itu kita perlu melakukan edukasi dan meracik skema program, produk yang dapat memenuhi kebutuhan perbankan sesuai selera milenial,” katanya.
Langkah strategis lain yang ditempuh perseroan, menurut Pahala, adalah dengan meningkatkan bisnis digital dengan mengakselerasi kemitraan berbagai sektor. Bagi BTN, berbagai sektor tersebut, baik di sisi perumahan maupun dengan para pemain di segmen teknologi finansial. “Saya melihat fintech dapat menjadi partner bagi kami untuk sama-sama dapat memberikan pelayanan terbaik terutama bagi nasabah milenial,” tutur Pahala.