Senin 24 Feb 2020 06:59 WIB

Penurunan Bunga BI Sulit Ditransmisikan ke Bank Tahun Ini

Kondisi likuiditas di pasaran masih dirasakan ketat.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
 Ilustrasi Layanan Bank. Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) ke perbankan akan sulit ditransmisikan ke perbankan pada tahun ini. Sebab, kondisi likuiditas di pasaran masih dirasakan ketat.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ilustrasi Layanan Bank. Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) ke perbankan akan sulit ditransmisikan ke perbankan pada tahun ini. Sebab, kondisi likuiditas di pasaran masih dirasakan ketat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) ke perbankan akan sulit ditransmisikan ke perbankan pada tahun ini. Sebab, kondisi likuiditas di pasaran masih dirasakan ketat. 

Kondisi tersebut sudah terjadi pada tahun lalu, dimana BI sudah menurunkan suku bunga empat kali berturut-turut hingga 100 basis poin (bps). Saat itu, suku bunga kredit tidak banyak mengikuti. 

Baca Juga

"Secara historis, memang suku bunga kredit cenderung kaku, tidak mau turun. Apalagi, pada tahun ini, kondisi likuiditas masih dirasakan ketat," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (23/2). 

Tapi, Piter mengatakan, bukan berarti BI maupun otoritas dapat berpangku tangan menantikan perubahan suku bunga perbankan. BI diharapkan tidak hanya menurunkan suku bunga acuan, juga meningkatkan operasi moneter yang lebih bersifat ekspansif. 

Di sisi lain, Piter menambahkan, untuk mendorong pertumbuhan kredit, dibutuhkan permintaan kredit konsumsi maupun kredit produktif. Artinya, efektivitas kebijakan moneter longgar dalam bentuk penurunan suku bunga acuan akan sangat bergantung juga kepada kebijakan lain dari otoritas fiskal. 

"Yaitu dalam bentuk insentif fiskal seperti pelonggaran pajak sehingga bisa mendorong konsumsi maupun investasi yang membutuhkan kredit bank," katanya. 

Sepanjang 2020, Piter memproyeksikan BI akan menurunkan suku bunga acuannya dua hingga tiga kali, sekitar 50 hingga 75 bps. Kondisi ini tidak terlepas dari situasi ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian. Setelah perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China telah mereda dan Brexit memasuki fase baru, virus corona kini kembali menjadi faktor ketidakpastian ekonomi dunia. 

Piter menilai, penerapan suku bunga acuan yang rendah mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi domestik melalui pertumbuhan kredit naik sehingga berdampak pada investasi. "Hasil akhirnya, diharapkan ekonomi Indonesia dapat lebih baik," ujarnya. 

Sepanjang 2019, BI telah menurunkan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate sebanyak 100 bps. Secara berturut-turut bank sentral menurunkan suku bunga acuannya sejak Juli hingga Oktober 2019, dari posisi enam persen ke level lima persen. Teranyar, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19-20 Februari memutuskan menurunkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement