Rabu 19 Feb 2020 11:52 WIB

Kemenkeu Ajukan Tambahan Tiga Objek Kena Cukai ke DPR

Jumlah objek kena cukai di Indonesia lebih sedikit dibandingkan negara ASEAN lainnya

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengajukan permintaan ekstensifikasi tiga barang kena cukai kepada DPR. Selain kantong plastik yang sudah menjadi objek diskusi sejak Juli lalu, Kemenkeu juga mengajukan minuman berpemanis dalam kemasan dan kendaraan bermotor.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, tiga objek yang diajukan dianggap memiliki dampak negatif baik dari sisi kesehatan maupun lingkungan. Pengenaan cukai dinilai menjadi instrumen tepat untuk mengendalikannya.

Baca Juga

"Ini juga dilakukan oleh semua negara," ujarnya dalam rapat bersama Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (19/2).

Ekstensifikasi tiga objek kena cukai ini tidak akan berlebihan. Sebab, berdasarkan data yang disampaikan Sri, kini Indonesia hanya mengenakan tiga objek kena cukai. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan negara di kawasan ASEAN ataupun lingkup lebih luas.

Sri memberikan contoh, negara tetangga seperti Thailand saja sudah mengenakan 21 objek kena cukai sebagai fungsi pengendalian. Mulai dari emisi kendaraan bermotor, tembakau dan minuman keras. Filipina pun memiliki lima objek kena cukai, termasuk minuman berpemanis dan hasil tembakau. 

Penerapan cukai di berbagai negara itu sudah membuahkan hasil. Mengutip cerita Menteri Keuangan Filipina Carlos Dominguez, Sri menjelaskan, cukai terhadap minuman berpemanis mampu membantu meningkatkan kesehatan masyarakat setempat.

"Cukai cukup dianggap strategis dari sisi kesehatan," katanya.

Selain dua negara yang disebutkan Sri, banyak negara ASEAN memiliki objek kena cukai dengan jumlah lebih banyak dari Indonesia. Misalnya Kamboja dengan 11 objek, Vietnam tujuh objek, Laos sembilan objek dan Singapura lima objek.

Negara maju seperti Kanada dan Amerika memiliki objek kena cukai lebih banyak, antara tujuh sampai 10 komoditas. "Dalam hal ini, terlihat baik di global dan ASEAN, Indonesia  termasuk paling sedikit gunakan instrumen cukai sebagai fiskal dan pengendali konsumsi," tutur Sri.

Sementara itu, Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Anis Byarwati menuturkan, pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah untuk mengendalikan konsumsi komoditas yang memang berpotensi menimbulkan dampak negatif. Tapi, ia mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi potensi efek dari aturan cukai.

Salah satunya yang disampaikan Anis adalah potensi kenaikan harga kantong plastik di tingkat konsumen, sehingga memberatkan masyarakat. "Harus ada penggantinya," ucapnya.

Tapi, Anis menambahkan, produk substitusi yang ditetapkan pun juga harus diperhatikan. Menurutnya, mengutip hasil riset di Inggris, tas tebal dari kain dan kertas yang kerap digunakan sebagai pengganti kantong plastik juga berpotensi merusak lingkungan. Khususnya ketika sudah dipakai sebanyak sembilan hingga 26 kali.

Di sisi lain, konsumsi plastik sampah juga bisa saja meningkat. Kembali mengutip hasil riset dari California, Anis menjelaskan, masyarakat yang selama ini banyak menggunakan kantong plastik sekali pakai sebagai wadah sampah kini beralih ke plastik sampah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement