Rabu 19 Feb 2020 09:56 WIB

Iuran Peserta Mandiri BPJS Kesehatan Ditargetkan Bertambah

Pemerintah tidak akan melakukan perubahan jumlah suntikan dana untuk BPJS Kesehatan..

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kiri) mengikuti Rapat Kerja Gabungan (Rakergab) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kiri) mengikuti Rapat Kerja Gabungan (Rakergab) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah menaikkan target penerimaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melalui iuran peserta mandiri dari 60 persen menjadi 70 persen pada tahun ini. Target tersebut menjadi hasil kesepakatan pemerintah bersama dengan dengan BPJS Kesehatan.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, kenaikan target 10 poin persen bisa tercapai seiring dengan upaya cleansing data yang kini terus dilakukan pemerintah. Optimisme itu disampaikan di tengah realisasi pencapaian BPJS Kesehatan mengumpulkan penerimaan dari peserta yang tidak pernah mencapai target 60 persen.

Baca Juga

“Meski target 60 persen juga tidak pernah terpenuhi, itu sudah menjadi komitmen dari BPJS Kesehatan,” kata dia saat ditemui seusai rapat gabungan pemerintah dengan DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/2).

Kenaikan target dilakukan sebagai antisipasi penurunan penerimaan BPJS Kesehatan dari iuran peserta kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas tiga atau kerap disebut peserta mandiri kelas tiga. Dua kategori ini direncanakan dialihkan menjadi penerima bantuan iuran (PBI). Artinya, iuran mereka akan ditanggung oleh pemerintah melalui APBN.

Namun, Muhadjir menjelaskan, keputusan pengalihan ini baru dapat dipastikan apabila pemerintah sudah rampung melakukan cleansing data atau penyisiran data kepesertaan BPJS. Tanpa menyebutkan target waktu penyelesaian, ia berkomitmen, pemerintah akan segera menyelesaikan cleansing data dengan skema lintas kementerian/lembaga.

Ketua DPR Puan Maharani meminta 19,9 juta peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dari segmen PBPU dan BP yang keberatan membayar iuran bisa dimasukkan dalam daftar PBI. Permintaan ini dilakukan menyusul kenaikan iuran JKN-KIS sejak awal Januari 2020 lalu.

Puan mengatakan, UU tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengamanatkan penyesuaian iuran JKN-KIS bisa dilakukan setiap dua tahun sekali dan faktanya hampir lima tahun tidak pernah dilakukan penyesuaian premi. Karena itu, skenario pemerintah yang akan mengganti 30 juta PBI dengan 19,9 juta PBPU/BP yang keberatan membayar premi bisa diterima DPR.

Politikus PDIP ini meminta pembaruan data bisa segera dilakukan dan PBI yang ter-update bisa segera ditetapkan. “Jadi, 19,9 juta peserta PBPU BP dimasukkan dalam 30 juta PBI itu dalam jangka waktu berapa bulan? Satu bulan? Dua bulan?” ujar dia.

photo
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS) Kesehatan dan fasilitas kesehatan berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan peserta JKN-KIS .

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tidak akan melakukan perubahan terhadap jumlah suntikan dana kepada BPJS Kesehatan pada tahun ini. Rencana tersebut konsisten meskipun pemerintah berencana mengalihkan 19,96 juta peserta mandiri kelas tiga menjadi kelompok PBI yang berarti tanggungan pemerintah akan bertambah.

Diketahui, Kemenkeu menganggarkan Rp 48 triliun untuk pembayaran premi peserta PBI yang berjumlah 96,8 juta jiwa. Anggaran ini telah tercantum dalam APBN 2020. “Nggak (ada perubahan dari jumlah Rp 48 triliun),” ujar Sri.

Anggaran pemerintah pusat untuk PBI pada tahun ini mengalami kenaikan signifikan dibandingkan 2019 yang sebesar Rp 26,7 triliun. Kenaikan terjadi disebabkan pemerintah pusat memutuskan menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan, termasuk PBI, melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang sudah berlaku per 1 Januari 2020.

Sri menuturkan, anggaran Rp 48 triliun diharapkan mampu memberikan tambahan penerimaan bagi BPJS Kesehatan. Sebelumnya, pemerintah pusat juga sudah menggelontorkan Rp 13,5 triliun untuk periode Agustus hingga Desember 2019.

Berdasarkan surat yang ditujukan kepada Kemenkeu, BPJS Kesehatan memproyeksikan potensi gagal bayar Rp 32 triliun pada akhir 2019 dan akan lebih dalam di tahun ini apabila tidak mendapat suntikan dana.

Namun, sampai saat ini, Sri mencatat, BPJS Kesehatan masih berada dalam situasi defisit. Per akhir 2019, nilainya mencapai Rp 15,5 triliun.

Lebih dari 5.000 fasilitas kesehatan (faskes) juga belum dibayar penuh oleh BPJS Kesehatan. “Makanya, kita anggarkan Rp 48 triliun yang diharapkan jadi tambahan penerimaan BPJS sehingga dia bisa penuhi kewajiban yang tertunda,” katanya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjelaskan, kenaikan iuran merupakan instrumen pemerintah untuk menjaga keberlangsungan JKN secara lebih pasti, akuntabel dan transparan. Selama ini, pemerintah memberikan bantuan setiap tahun yang membutuhkan proses panjang untuk menutupi defisit. Dengan menaikkan iuran, ketahanan dana meningkat dan mampu memberikan kepastian bagi pemerintah, BPJS Kesehatan, ataupun dunia usaha.

Di sisi lain, bagi masyarakat yang mampu atau tidak termasuk dalam non-PBI, kebijakan ini mendorong masyarakat untuk membayar sesuai kemampuannya. Sementara itu, bagi masyarakat yang tidak mampu telah diakomodasi sebagai peserta PBI. Fahmi memastikan, setelah kebijakan Perpres 75/2019 berlaku pada 1 Januari 2020, PBPU dan BP kelas tiga masih melakukan pembayaran iuran dengan baik.

“Ada peningkatan penerimaan iuran sejak diberlakukan penyesuaian yang diharapkan semakin berkontribusi untuk menjaga keberlanjutan program,” kata dia. n adinda pryanka/rr laeny sulistyawati, ed: mas alamil huda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement