Selasa 18 Feb 2020 12:25 WIB

Pertamina Diminta Segera Realisasikan Avtur Satu Harga

Diharapkan harga avtur di Timur bisa sama dengan Jawa

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Gita Amanda
Tangki refueller avtur Pertamina mengisi bahan bakar minyak pesawat (BBMP) untuk penerbangan haji di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padang, Sumatra Barat, Rabu (2/8). Pasokan avtur Pertamina di DPPU BIM melonjak 375 persen dibanding rata-rata penyaluran hariannya.
Foto: Sapto Andika Candra/Republika
Tangki refueller avtur Pertamina mengisi bahan bakar minyak pesawat (BBMP) untuk penerbangan haji di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padang, Sumatra Barat, Rabu (2/8). Pasokan avtur Pertamina di DPPU BIM melonjak 375 persen dibanding rata-rata penyaluran hariannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bos Lion Air Group Rusdi Kirana meminta PT Pertamina (Persero) segera merealisasikan avtur satu harga. Selain soal insentif untuk maskapai yang saat ini tengah dibahas pemerintah, Rusdi menganggap persoalan avtur juga jauh lebih penting.

Baca Juga

“Tidak hanya soal penerbangan ke China menjadi alasan untuk memberikan insentif. Kita harapkan kedepannya dari sisi harga minyak, jangan terlalu besar. Keuntungan Pertamina dikurangi lah,” kata Rusdi di Gedung Kementerian Perhubungan, Senin (17/2) malam.

Dia mengharapkan harga avtur di Timur bisa sama dengan Jawa. Sebab hingga saat ini, Rusdi merasa Pertamina sama sekali belum memberikan relaksasi harga avtur.

“Kalau Pertamina tetap mau untung begitu besar, sudahlah kita nggak bisa apa-apa. Di Saumlaki, Melanguane, Wamena, Jayapura buatlah kayak Jawa. Ini beda, terbalik orang timur yang suruh subsidi orang Jawa,” jelas Rusdi.

Rusdi menegaskan jika avtur satu harga bisa diterapkan Pertamina dampak kepada harga tiket pesawat jauh lebih terlihat. Dia memastikan maskapai bisa otomatis menurunkan harga tiket dan peningkatan jumlah penumpang akan lebih cepat.

Dia menilai, jika avtur satu harga dapat direalisasikan akan lebih berdampak dibandingkan insentif lain yang tengah disiapkan pemerintah dalam menghadapi dampak virus korona. Rusdi menilai insentif karena penutupan penerbangan dari dan ke China bisa dikatakan tidak terlalu dibutuhkan.

“Kita senang dikasih insentif, tapi masalahnya nggak hakiki. Yang hakiki adalah masa depan selanjutnya. Kalau kita nggak bisa kompetitif, nggak bisa bawa pariwisata,” ujar Rusdi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement