REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyiapkan berbagai strategi untuk mendorong industri budidaya lobster nasional. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, mengatakan langkah ini merujuk pada masukan dan keinginan masyarakat untuk bisa membudidayakan benih lobster.
Lebih dari itu, budidaya dianggap strategis dan memberikan peran ganda, untuk kepentingan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya benih menjadi nilai ekonomi sekaligus memperluas lapangan kerja bagi masyarakat pesisir.
Slamet menambahkan, budidaya juga berdampak positif sebagai buffer stock lobster melalui restocking sesuai fase atau siklus hidup lobster yang aman sesuai relung ekologisnya.
"Kata kunci pemanfaatan nilai ekonomi dan perlindungan kelestarian sumber daya benih lobster sebenarnya ya di budidaya. Oleh karena itu, tidak ada alasan ke depan untuk tidak mendorong industri budidaya lobster nasional," kata Slamet dalam keterangannya, Jumat (14/2).
Meski demikian, Slamet menjelaskan, pengembangan industri budidaya nasional masih membutuhkan waktu dan beberapa pekerjaan rumah yang harus dicarikan solusinya. Setidaknya ada enam tantangan dalam pengembangan industri budidaya, termasuk lobster, yakni masalah pakan, benih, penyakit, produktivitas, performa produk dan tata niaga pasar.
Slamet menargetkan dalam waktu maksimal dua tahun ke depan, keenam tantangan ini bisa clear dibenahi dengan melibatkan kerjasama antar stakeholders. Ia mendorong kebijakan industri budidaya lobster nasional ini menjadi agenda prioritas nasional, bukan hanya sektoral dalam hal ini KKP saja.
Slamet membeberkan strategi untuk menyelesaikan enam tantangan tersebut di antaranya pertama, akan dimulai dengan memetakan spot-spot ketersediaan sumber pakan segar seperti kekerangan yang mendekati kawasan budidaya. Upaya yang akan dilakukan, yaitu dengan membangun sentra budidaya kekerangan di sekitar kawasan budidaya lobster untuk suplai kebutuhan pakan segar, disamping mendorong UPT untuk melakukan perekayasaan formula pakan buatan yang efisien.
Kedua, terkait benih. KKP tengah menjajaki kerjasama dengan Universitas Tasmania dalam hal improve teknologi perbenihan.
Ketiga, berkaitan dengan produktivitas dan pengendalian penyakit, KKP akan mendorong UPT melakukan riset dan perekayasaan teknologi yang fokus pada peningkatan produktivitas dan SR, begitu halnya dengan kualitas atau performa produk hasil panennya.
Sementara yang terakhir, mengenai penataan di hilir yakni tata niaga pasar sebagai upaya meningkatkan nilai tambah bagi pembudidaya. Sebagaimana diketahui, produk lobster ukuran konsumsi asal Vietnam memiliki harga jual yang tinggi dan terpaut jauh dengan Indonesia.
Menurut Slamet kondisi itu perlu dibenahi terutama memperbaiki performa produk hasil budidaya dan mengefisiensikan rantai distribusi pasarnya. Untuk mempersingkat perputaran ekonomi dan pelibatan lebih banyak lagi tenaga kerja, KKP akan menerapkan manajemen produksi dengan pola segmentasi.
"Nanti dalam hal proses produksi budidaya akan kita atur proses bisnisnya dengan pola segmentasi," ujarnya.
Segmen usaha tersebut yakni pendederan I untuk ukuran 0,5 gram - 5 gram, pendederan II ukuran 5 gram - 50 gram, dan fase pembesaran yakni mulai ukuran 50 gram - 200 gram atau ukuran konsumsi. Pola ini, menurut Slamet, akan memungkinkan cashflow yang singkat dan lebih banyak melibatkan pembudidaya dan tenaga kerja baru.
Dia menambahkan, saat ini KKP melalui Ditjen Perikanan Budidaya telah menyiapkan pedoman teknis sebagai acuan pembudidayaan lobster berkelanjutan.
Pedoman tersebut akan mengatur bagaimana kegiatan pembudidayan lobster dengan mempertimbangkan pemetaan lokasi, registrasi pembudidaya lobster, penetapan quota tangkap benih dan pengaturan re-stocking. Untuk mempercepat alih terap teknologi, KKP juga akan mendorong percontohan inovasi teknologi budidaya lobster di beberapa lokasi.
"Saya mengajak seluruh stakeholders, utamanya para pengusaha swasta nasional untuk berperan meningkatkan investasi pada industri budidaya lobster nasional," ujarnya.