REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Gula Indonesia (AGI) memperkirakan angka defisit neraca gula kristal putih tahun 2020 mencapai 29 ribu ton. Defisit disebabkan lantaran produksi dalam negeri yang akan mengalami penurunan hingga di bawah kebutuhan nasional gula konsumsi di dalam negeri.
Mengacu pada catatan AGI, stok gula awal tahun 2020 sebanyak 1,08 juta ton serta diperkirakan produksi dalam sebanyak 2,050 juta ton. Total ketersediaan mencapai 3,13 juta ton. Namun, kebutuhan gula konsumsi tahun ini mencapai 3,16 juta ton sehingga terdapat defisit sekitar 29 ribu ton.
"Bila tidak ada impor, gula konsumsi tahun ini akan mengalami defisit," kata Direktur Eksekutif AGI, Budi Hidayat dalam Sugar Outlook di Jakarta, Rabu (12/2).
Ia mengungkapkan, perkiraan produksi gula tahun 2020 sebanyak 2,05 juta ton juga lebih rendah dibanding realisasi produksi tahun 2019 yang mencapai 2,22 juta ton. Penurunan produksi tahun ini dipicu oleh musim kemarau panjang tahun 2019 yang menganggu siklus tanam dan berdampak pada panen di tahun 2020.
Budi mengungkapkan, perluasan areal tebu tahun 2020 dipastikan akan terjadi, dari 411.435 hektare menjadi 419.993 hektare. Namun, Budi mengungkapkan produksi tetap akan mengalami penurunan karena tanaman yang terganggu akibat sempat kekurangan pasokan air.
Karena itu, pihaknya mengusulkan kepada pemerintah bahwa diperlukan adanya tambahan gula konsumsi berupa impor sekitar 1,33 juta ton untuk menutupi defisit dan sebagai stok persediaan awal tahun 2021.
"Untuk pemenuhan kebutuhan tahun 2020 sekaligus sebagai persiapan awal 2021 maka diperlukan impor gula untuk konsumsi langsung," katanya.