REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk dapat sukses menjadi Indonesia maju di era digital saat ini, regulasi yang mendukung bisnis sangat diperlukan. Agar dapat terus survive dan berkembang, kalangan bisnis juga harus merangkul kemajuan teknologi yang berjalan dengan cepat. Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia untuk transformasi ekonomi di era Industri 4.0 harus ditingkatkan, salah satunya lewat pendidikan vokasi.
Demikian sejumlah pesan penting yang dihasilkan dari seminar dengan tema “Legal and Business in Digital Economy Era” yang diselenggarakan oleh Forum Doktor Multidisiplin (FDM) di Jakarta belum lama ini. Seminar ini dihadiri 40 orang bergelar doktor dari berbagai disiplin ilmu yang datang dari berbagai kalangan seperti: akademisi, peneliti, konsultan, praktisi, profesional dan pengusaha. Baik dari pemerintahan, perguruan tinggi, BUMN, BUMS, profesi mandiri dan media.
Pembicara dalam seminar itu antara lain: Dr Suhardi Somomoeljon SH, MH; Dr Yunisyaaf Y Arif SH, MAppSc; Dr Yulius Ibnoe SE, MA; Dr Yuli Teguh Hidayat SST, MM, Akuntan; dan Dr Pandu Patriadi SE, MM, MBA, MH.
Ketua FDM Suhardi Somomoeljono, yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara, menyampaikan pandangannya bahwa dalam sektor bisnis apa pun maka regulasi yang mendukung adalah hal utama. Termasuk di era digital seperti sekarang ini. Dijelaskannya bahwa definisi Hukum dan Bisnis dalam era digital adalah “Peraturan Perundang-Undangan yang diberlakukan atau dibentuk oleh pemerintah untuk mengatur dunia perdagangan dalam kaitannya dengan kemajuan teknologi komputer,” kata Suhardi dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Menurutnya juga, untuk kepastian hukum dan lain-lain maka ekonomi digital perlu diatur dengan baik lewat regulasi. Pengaturan yang baik itu juga demi perlindungan data pribadi, investasi dari domestik/asing, pendapatan negara (pajak), perlindungan konsumen, dan lain-lain. Contohnya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“PP PPSE”)
"Dalam ekonomi digital, data konsumen mudah tersebar dan dipakai untuk penawaran produk dan lain-lain. Dan ada banyak contoh lain, maka negara perlu hadir dalam ekonomi digital," ujar Suhardi.
Sayangnya, dia melanjutkan, regulasi di Indonesia masih banyak yang saling berbenturan. Namun, dia optimis dengan Omnibus Law yang saat ini sedang dibahas oleh Pemerintah dan DPR dapat menjadi solusi dari kondisi itu.
"Karena itu, Omnibus Law, bagus untuk membenahi regulasi yang saling berbenturan. Dengan catatan tujuan ideal yang hendak dicapai ditegaskan dalam definisi dan konsep yang jelas terkait dengan sasaran target yang terukur dengan frame nilai-nilai keadilan yang mengedepankan kepentingan rakyat Indonesia,” ujarnya.
Intinya, hukum ada dalam perkembangan bisnis di era digital dalam rangka “mefasilitasi” dan “mengatur” transformasi bisnis konvensional menjadi bisnis digital.
Pembicara lain, yakni Yunisyaaf Yunisyaaf Y Arif menyoroti tentang perkembangan Teknologi Finansial (Tekfin) di era digital. Pakar perbankan ini menghimbau, perbankan jangan menghindari Tekfin tapi harus merangkulnya. Bank dan Tekfin memiliki segmen dan keunggulan masing-masing.
Bank memiliki sistem yang prudent atau prinsip kehati-hatian yang tinggi, sehingga tingkat kredit macetnya dapat dikendalikan. Namun, kata dia, dengan semakin tumbuh dan berkembangnya model bisnis di era digital, maka bank perlu melakukan penyesuaian sehingga dapat lebih cepat tanggap dengan tingkat akurasi yang lebih baik dalam melakukan assessment kelayakan aplikasi pinjaman maupun profil calon nasabah. Kecepatan respon sangat diperlukan untuk akselerasi keputusan kredit.
Di sinilah Bank perlu berkolaborasi yang baik dengan Tekfin yang memiliki kelebihan. Pertama, Tekfin memiliki tingkat jangkauan data yang lebih luas dengan tingkat pemerosesan aplikasi pinjaman yang lebih cepat dan akurat. “Tekfin memiliki tingkat fleksibilitas layanan yang tinggi dan cepat serta tingkat jangkauan nasabah yang lebih luas,” jelas Yunisyaaf
Kedua, Bank juga secara tidak langsung dapat memanfaatkan Tekfin sebagai front-liner (saluran) maupun back office yang handal yang memiliki kemampuan kecepatan melakukan proses yang tepat dan cepat.
“Bahkan dalam hubungan kerjasama antara Nank dan Tekfin, Bank bisa berperan sebagai “super-lender” yaitu sebagai sumber dana. Sehingga bank bisa sekaligus memperluas jaringan dan jangkauannya di seluruh Indonesia atau bahkan hingga ke luar negeri,” tambahnya.
Yulius Ibnoe, seorang pengamat kebijakan publik, menyoroti tentang pentingnya langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan stakeholders di Indonesia terkait kesiapan SDM dalam menghadapi era Industri 4.0.
Itu antara lain karena 60 persen angkatan kerja di Indonesia berpendidikan SMP ke bawah. “Mereka ini mudah terkena dampak otomatisasi di era Industri 4.0,” kata Yulius.
Disamping itu, dia menambahkan, 50 persen tenaga kerja Indonesia mendapatkan kesenjangan antara pendidikan vokasi yang didapat dengan kebutuhan dunia industri. “Maka, Indonesia sangat perlu menyiapkan SDM untuk mendukung transformasi ekonomi di era digital,” tuturnya.
Yulius menjelaskan, Indonesia membutuhkan pendidikan dan pelatihan keterampilan yang lebih banyak. “Hal ini perlu, karena banyak lulusan kita yang belum siap kerja setelah lulus sekolah,” paparnya.
Oleh karenanya, industri/perusahaan harus punya peran untuk berkembangnya pendidikan vokasi (ketrampilan). “Pemerintah, melalui Menteri Keuangan RI, telah mengeluarkan Permenkeu Nomor 128/PMK.010/2019 untuk memberikan insentif pengurangan pajak sebesar 200 persen dari biaya vokasi yang dikeluarkan perusahaan,” ujarnya.
Selain pendidikan vokasi, Yulius juga menegaskan, tentang pentingnya Pendidikan soft skill dan karakter, agar pekerja Indonesia dapat berkembang dan berhasil dalam dunia kerja.
Menutup acara seminar, Pandu Patriadi selaku moderator acara, mengemukakan bahwa sejumlah aktivitas akan terus digelar oleh FDM. “Forum ini diisi oleh para doktor dari berbagai disiplin ilmu. Maka kekayaan latar belakang ilmu tersebut dapat disinergikan untuk memberikan rekomendasi strategis dan solutif bagi kepentingan bangsa dan negara,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut kontribusi FDM untuk ikut memberikan rekomendasi strategis dan solutif maka secara berkala FDM akan mengadakan berbagai kegiatan seperti: Policy and Business Research, Executive Seminar and Workshop, Focus Group Discussion, dan Publikasi.
Forum Doktor Multidisiplin (FDM) beranggotakan alumni program doktor dari perguruan tinggi dalam dan luar negeri yang mempunyai rasa kepedulian tinggi terhadap persoalan-persoalan strategis dan krusial di masyarakat Indonesia. Forum ini diinisiasi oleh sejumlah doktor dari berbagai bidang ilmu seperti: Sosial-Politik, Pertahanan-Keamanan, Hukum, Ekonomi, Keuangan, Manajemen Bisnis, Teknik, Lingkungan, Kesehatan, Kependidikan, Teknologi-Informasi, dan sebagainya.