Rabu 05 Feb 2020 16:45 WIB

Produksi Freeport Turun, Ekonomi Papua Minus 15,72 Persen

Pertumbuhan ekonomi Papua sudah negatif sejak kuartal terakhir 2018

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Tambang Freeport di Papua
Tambang Freeport di Papua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat pertumbuhan ekonomi di Papua mengalami kontraksi selama lima kuartal berturut-turut. Kondisi ini salah satunya dipengaruhi adanya perubahan penambangan dari tambang terbuka (open pit) Grasberg menuju tambang bawah tanah (underground mine).

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, ekonomi Papua sudah negatif sejak kuartal terakhir 2018 dengan besaran minus 17,95 persen. Terakhir, pada kuartal keempat 2019, ekonomi Papua membaik meskipun tetap kontraksi, yaitu tumbuh minus 3,73 persen.

Baca Juga

"Penyebab utamanya adalah PT Freeport yang melakukan pengalihan sistem tambang, sehingga berdampak pada penurunan produksi pertambangan," katanya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (5/2).

Secara keseluruhan, ekonomi Papua sepanjang 2019 tumbuh minus 15,72 persen. Nilai ini jauh menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang dapat menyentuh 7,37 persen.

Apabila dilihat dari sisi komponen lapangan usaha, sektor pertambangan dan penggalian menjadi faktor utama kontraksi ekonomi Papua pada 2019. Pertumbuhannya sepanjang tahun lalu minus 43,21 persen, kontras dibandingkan 2018 yang masih mampu tumbuh positif 10,52 persen.

Selain itu, industri pengolahan juga mengalami kontraksi. Pada 2018, pertumbuhannya sebesar 1,49 persen yang kemudian tumbuh negatif pada tahun lalu menjadi minus 1,25 persen. Di sisi lain, masih ada sektor yang tumbuh positif, termasuk konstruksi serta informasi dan komunikasi.

Suhariyanto menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Papua yang kontraksi menjadi faktor utama pertumbuhan kawasan Maluku dan Papua tumbuh negatif sepanjang 2019 hingga minus 7,40 persen. Maluku sendiri dapat tumbuh lima persen, sementara Maluku Utara 6,3 persen.

"Yang menarik ke bawah adalah pertumbuhan ekonomi di Papua, kontraksi 15,72 persen," ujarnya.

Peranan ekonomi Maluku dan Papua sendiri adalah 2,24 persen pada tahun lalu. Kontribusi ini terkecil dibandingkan daerah lain, seperti Bali dan Nusa Tenggara (3,06 persen), yang memiliki pertumbuhan ekonomi 5,07 persen.

Struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada 2019 masih didominasi kelompok provinsi di Pulau Jawa. Suhariyanto menjelaskan, kontribusinya terhadap PDB adalah 59,00 persen dengan pertumbuhan 5,52 persen.

"Untuk Pulau Jawa, terbesarnya DKI Jakarta 29 persen, Jawa Timur kemudian Jawa Barat," katanya.

Kontributor terbesar berikutnya adalah Sumatera (21,32) persen yang mengalami pertumbuhan ekonomi 4,57 persen. Berikutnya, Kalimantan (8,05 persen) yang tumbuh 4,99 persen sepanjang 2019 dan Sulawesi (6,33 persen) dengan pertumbuhan 6,65 persen sepanjang 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement