REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Yanuar Rizky mengatakan defisitnya likuiditas dan solvabilitas PT Asuransi Jiwasraya (Persero) harus segera diselesaikan pemerintah maupun otoritas dan regulator. Meski bukan merupakan lembaga perbankan, kata Yanuar, dengan jumlah nasabah yang mencapai 7 juta orang permasalahan insolvabilitas Jiwasraya akan berpotensi menimbulkan masalah keuangan yang serius.
"Karena kalau dibiarkan berlama-lama dan berlarut-larut akibatnya akan berdampak sistemik," ujar Yanuar di Jakarta, Rabu (5/2).
Yanuar menjelaskan, adanya risiko sistemik dapat terjadi ketika para nasabah dan investor sudah tidak lagi memiliki kepercayaan terhadap industri jasa keuangan asuransi. Terlebih, kata Yanuar, Jiwasraya juga tengah dihadapkan pada kasus hukum perihal adanya dugaan korupsi yang melibatkan direksi lama dan para pemain pasar modal.
Tak ayal, menyikapi hal tersebut transaksi di pasar modal mulai turun, ditandai dengan tren negatif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah kembali menukik ke level di bawah 6.000.
"Di samping menjual produk JS Saving Plan yang bersifat investasi, kan ada juga beberapa produk lain yang dijual. Kalau sekarang dibiarkan berlarut-larut, itu juga bisa berdampak terhadap asuransi lain," ucap Yanuar.
Oleh karena itu, Yanuar meminta pemerintah harus segera mengambil langkah konkret atas permasalahan Jiwasraya. Sementara untuk pihak otoritas dan regulator, mereka dapat membantu Kejagung mencari para pelaku yang sengaja menggoreng saham, mencari manajer investasi yang diduga turut terlibat.
"Kalau pelaku dituntut pidana kemudian dijatuhi hukuman, kan kita bisa masuk di UNCAC. UNCAC adalah korupsi di sektor keuangan swasta yang pernah juga digunakan Amerika tahun 2008. Jadi begitu diputuskan bermasalah, kita bisa pakai aturan UNCAC itu untuk kembalikan kerugian negara melalui asetnya," kata Yanuar.
Seperti diketahui, wacana penyehatan Jiwasraya sudah dibahas dalam beberapa Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI dan XI bersama Kementerian BUMN dan Keuangan. Dalam rapat tersebut, sejumlah opsi penyelamatan pun mengemuka mulai dari pembentukkan anak usaha, penerbitan subdebt oleh holding asuransi, hingga skenario privatisasi dan upaya penguatan permodalan serta solvabilitas Jiwasraya melalui cash atau non cash.
Hingga akhir 2019, ekuitas Jiwasraya diketahui negatif hingga Rp 32,89 triliun jika mengacu batas minimal rasio solvabilitas perusahaan asuransi yang sehat atau Risk Based Capital (RBC).