REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan penandatanganan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Singapura. Penandatangan kesepakatan negosiasi ini juga disaksikan langsung oleh Presiden Singapura Halimah Yacob dalam kunjungan perdananya ke Indonesia, Selasa (4/2). Perjanjian ini bertujuan mengamankan kepentingan Indonesia dalam hak perpajakan di tengah arus digitalisasi.
"Selesainya negoisasi perjanjian persetujuan penghindaran pajak berganda yang tadi telah kita saksikan dan telah ditandatangani," jelas Jokowi usai melakukan pertemuan bilateral dengan Halimah Yacob di Istana Bogor, Selasa (4/2).
Jokowi mengaku puas dengan poin-poin kesepakatan yang ditandatangani kedua negara. Meski begitu presiden belum menjelaskan dengan rinci, pos apa saja yang diatur dalam P3B antara Indonesia dengan Singapura ini.
Pertengahan tahun 2019 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat melakukan pertemuan dengan Menteri Senior Bidang Hukum dan Keuangan Singapura Indranee Rajah. Keduanya membahas perkembangan negosiasi perjanjian penghindaran pajak berganda ini.
Saat itu Sri menyebutkan, pemerintah Singapura meminta Indonesia untuk merevisi sejumlah perjanjian terkait pemajakan berganda yang dinilai sudah 'uzur'. Bagaimana tidak, Sri mengaku bahwa kesepakatan soal pemajakan berganda antara Indonesia dan Singapura terakhir dilakukan pada 20 atau 30 tahun lalu.
Kesepekatan pajak berganda atau double taxation agreement (DTA) memang dilakukan antardua negara untuk mengurangi ketidakpastian atas investasi. Alasannya, pemajakan berganda yang dikenakan kepada investor bila melakukan investasi di negara lain dinilai memberatkan. DTA ini lah yang kemudian dibuat untuk meredam ketidakpastian yang dialami investor sekaligus membuat investor tidak khawatir untuk terus melanjutkan investasi mereka.