Senin 03 Feb 2020 23:05 WIB

Laba Panasonic Naik 3 Persen karena Mobil Listrik Tesla

Laba Panasonic meningkat didorong peningkatan bisnis baterai bersama Tesla.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
CEO Tesla, Elon Musk, di seremoni pengantaran mobil listrik pertama buatan pabrik Tesla di Shanghai, China, Model 3, Selasa (7/1). Kerja sama Panasonic dan Tesla telah mendorong laba Panasonic pada kuartal III.
Foto: Ding Ting/Xinhua via AP
CEO Tesla, Elon Musk, di seremoni pengantaran mobil listrik pertama buatan pabrik Tesla di Shanghai, China, Model 3, Selasa (7/1). Kerja sama Panasonic dan Tesla telah mendorong laba Panasonic pada kuartal III.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Panasonic Corp pada Senin (3/2) melaporkan kenaikan 3 persen dalam laba operasi kuartal ketiga. Angka ini dibantu oleh pemotongan biaya dan peningkatan pada bisnis baterai bersama dengan Tesla Inc.

Panasonic, yang memasok sel baterai untuk kendaraan listrik (EV) yang dibuat oleh Tesla, membukukan keuntungan 100,4 miliar yen (sekitar Rp 12,6 triliun) untuk periode Oktober-Desember, dibandingkan 97,6 miliar yen (Rp 12,3 triliun) setahun sebelumnya. Hasilnya dibandingkan dengan perkiraan rata-rata 67,36 miliar yen dari delapan analis yang disurvei oleh Refinitiv.

Baca Juga

Panasonic mempertahankan perkiraan labanya untuk tahun ini hingga Maret di 300 miliar yen. Nilai itu di atas perkiraan rata-rata 295,14 miliar yen dari 20 analis.

Bisnis baterai Panasonic dengan Tesla meningkat tajam ketika pabrik Gigafactory 1 di Nevada memperluas produksi setelah beberapa tahun penundaan di mitra AS. 

Tesla pekan lalu melaporkan laba kuartalan kedua berturut-turut karena pengiriman kendaraan mencapai rekor. Perusahaan itu mengatakan akan nyaman membuat lebih dari setengah juta unit tahun ini, mendorong sahamnya ke rekor tertinggi baru.

Panasonic telah berjuang untuk menemukan pendorong pertumbuhan baru sebagai perubahan strategisnya dari elektronik konsumen dengan margin rendah ke perangkat otomasi pabrik dan komponen otomotif. Perusahaan telah mengalami kemunduran karena perang dagang China-AS yang berkepanjangan dan biaya pengembangan yang lebih tinggi dari perkiraan.

Karena investasi dalam bisnis baru telah gagal menghasilkan pengembalian yang solid, perusahaan memprioritaskan pemotongan biaya dibandingkan pertumbuhan. Perusahaan juga melepaskan bisnis yang tidak menguntungkan dan mengatur ulang portofolio produk.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement