REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka inflasi pada Januari 2020 mencapai 0,39 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Januari 2019, 0,32 persen.
Dengan angka inflasi ini, inflasi year on year (yoy)-nya adalah sebesar 2,68 persen. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perbandingan inflasi Januari 2020 dengan Januari 2019 tidak bersifat apple-to-apple. Sebab, perhitungan keduanya menggunakan tahun dasar berbeda.
“Sementara tahun lalu memakai tahun dasar 2012, tahun ini memakai tahun dasar 2018,” tuturnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (3/2).
Salah satu perbedaan dalam perhitungan inflasi per 2020 adalah jumlah kelompok pengeluaran. Suhariyanto menjelaskan, saat menggunakan tahun dasar 2012, BPS menyajikan data dalam delapan kelompok pengeluaran. Jumlah ini diperbanyak menjadi 11 kelompok pada tahun dasar 2018, sehingga menjadi lebih rinci.
Di sisi lain, cakupan paket komoditas berkurang. Apabila sebelumnya mencapai 859 buah, kini BPS menggunakan 835 buah paket komoditas.
“Ada yang dihapus karena sudah tidak sesuai kebutuhan saat ini, namun ada juga penambahan karena dirasa menjadi kebutuhan saat ini,” kata Suhariyanto.
Jumlah kota perhitungan inflasi pun ditambah, dari semula 82 kota menjadi 90 kota. Suhariyanto mencatat, untuk perhitungan inflasi Januari 2020, sebanyak 79 kota mengalami inflasi sedangkan 11 kota lainnya mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi terjadi di Meulaboh, Aceh, yang mengalami inflasi 1,44 persen. Penyebabnya, ada kenaikan harga komoditas ikan, dan rokok filter. Sementara itu, deflasi tertinggi terjadi di Bau Bau, Sulawesi Tenggara, sebesar 1,39 persen. Faktor utamanya, penurunan tarif angkutan udara yang signifikan.
Pada Januari 2020, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,62 persen dengan andil 0,41 persen. Termasuk di dalamnya adalah bahan makanan dan makanan jadi.
Suhariyanto menjelaskan, dari kelompok tersebut, komoditas yang dominan memberikan andil inflasi pada Januari 2020 adalah cabai merah dan cabai rawit. Masing-masing memberikan sumbangan inflasi 0,13 persen dan 0,05 persen.
Selain itu, ada ikan segar dan minyak goreng yang juga masing-masing berikan andil 0,04 persen terhadap inflasi Januari 2020. Sementara itu, beras berikan kontribusi 0,03 persen. “Rokok secara total berikan andil 0,06 persen dan beberapa sayuran 0,01 persen,” kata Suhariyanto.
Sebaliknya, ada komoditas yang dominan memberikan sumbangan deflasi. Di antaranya, daging ayam ras yang mengalami penurunan harga sehingga berkontribusi 0,03 persen, telur ayam ras memiliki andil 0,01 persen.
Kelompok yang memberikan andil tinggi lain adalah perawatan pribadi dan jasa lain. Nilainya 0,46 persen dengan kontribusi 0,03 persen.
Suhariyanto mengatakan, kenaikan harga emas dan perhiasan menjadi penyebab inflasi kelompok tersebut. Kenaikan ini terjadi di 58 kota, termasuk di Lombok yang mengalami kenaikan lima persen. “Karena ada kenaikan harga emas di level internasional,” ujarnya.
Sebelumnya, BPS mencatat inflasi sepanjang 2019 (year to date) mencapai 2,72 persen. Inflasi 2019 lebih rendah dibandingkan inflasi sepanjang 2018 yang mencapai 3,13 persen
Beberapa komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi selama tahun lalu adalah emas perhiasan sebesar 0,16 persen, cabai merah sebesar 0,15 persen. Sementara itu, tarif sewa rumah dan bawang merah masing-masing sebesar 0,10 persen.
Ikan segar, rokok kretek filter, nasi dengan lauk masing-masing memberi andil terhadap inflasi sebesar 0,09 persen, tarif kontrak rumah sebesar 0,08 persen,. Bawang putih dan upah pembantu rumah tangga masing-masing sebesar 0,06 persen.