Kamis 23 Jan 2020 09:53 WIB

Wapres: Omnibus Law Perkuat Sertifikasi Halal

Sertifikasi halal tak dihapus, tetapi diatur agar prosesnya lebih cepat efisien.

Wakil Presiden Maruf Amin saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (22/1).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Maruf Amin saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin memastikan, omnibus law tak akan menghapus kewajiban sertifikasi halal. Sebaliknya, pemerintah akan memperkuat dan mempermudah pelaku usaha dalam melakukan sertifikasi halal.

Kiai Ma'ruf mengatakan, pemerintah melalui omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja ingin mempermudah proses sertifikasi halal karena pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) merasa terbebani. Rencananya, kata Kiai Ma'ruf, pemerintah akan menggratiskan biaya sertifikasi halal bagi UMK.

"Proses sertifikasi halal UMK tidak dipungut biaya. Dipermudah. Itu prinsip-prinsip yang ada (dalam draf omnibus law—Red)," kata Kiai Ma'ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (22/1).

Pernyataan Wapres tersebut untuk menanggapi beredarnya draf omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja yang di dalamnya disebutkan bahwa Pasal 4 UU JPH terkait kewajiban sertifikasi halal dicabut. Ia menegaskan, penghapusan pasal tersebut tak ada dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.

"Menteri Agama, Kemenko Perekonomian, juga sudah menjelaskan. Tidak ada penghapusan, justru akan terus diperkuat," kata Kiai Ma'ruf menegaskan.

Menteri Agama Fachrul Razi dalam kesempatan terpisah menegaskan hal serupa. Menurut dia, aturan sertifikasi halal tak dihapus, tetapi diatur agar proses sertifikasinya dapat lebih cepat dan efisien.

Ia mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan agar seluruh proses perizinan dapat dilakukan secara cepat. Oleh karena itu, aturan sertifikasi halal ini pun akan diatur dalam omnibus law agar prosesnya bisa lebih cepat.

Percepatan perlu dilakukan agar masyarakat bisa segera memperoleh kepastian. "Tetap (sertifikasi halal tetap berjalan—Red). Tapi, nanti kita lihat bagaimana mempercepatnya dan bagaimana supaya ada kepastian," kata Fahrul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Saat ini, aturan tersebut masih dalam tahap perumusan. Setelah selesai, dirinya akan menyerahkan kepada Presiden Jokowi. "Nanti setelah dirumuskan semua lengkap baru bisa disajikan kepada Bapak Presiden," kata dia.

Fachrul saat melakukan kunjungan kerja di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (21/1), juga telah mengklarifikasi kabar penghapusan kewajiban sertifikasi halal. Fahcrul mengatakan, UU JPH masuk dalam omnibus law untuk perbaikan sejumlah pasal.

Menurut dia, sertifikasi halal belum berjalan seperti yang diinginkan. Ada yang dapat diurus dalam waktu singkat, ada pula yang membutuhkan waktu lama.

Dengan adanya perbaikan aturan, proses pengurusan sertifikat halal diharapkan bisa selesai dalam waktu 21 hari. Selama rentang waktu itu akan diketahui apakah sertifikat halal dari pemohon dapat diterbitkan atau tidak.

Selain soal sertifikasi halal, omnibus law juga akan mengatur masalah wakaf. Menurut dia, aturan wakaf terlalu rumit. Seseorang yang ingin mewakafkan hartanya harus datang ke bank, menunjuk nazir, dan lainnya. Rumitnya proses itu dianggap membuat seseorang urung mewakafkan hartanya. "Dibuat terobosan agar saat mau wakaf hanya melalui ponsel, langsung dapat akta, dan langsung bisa jalan," kata dia.

Pemerintah sedang menyiapkan beberapa RUU untuk melakukan omnibus law yang merupakan metode untuk mengganti atau mencabut beberapa materi hukum dalam berbagai UU. RUU Cipta Lapangan Kerja salah satunya. Ada sedikitnya 1.244 pasal dari 79 UU yang akan diganti atau dicabut dalam RUU tersebut.

photo
Logo halal dari LPPOM MUI.

Masih rumit

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan, prosedur untuk mendapatkan sertifikat halal cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Bahkan, para pelaku usaha ada yang harus menunggu hingga sekitar tiga bulan untuk mendapatkan sertifikat halal. "Kalau sesuai prosedurnya, memang rumit karena harus detail," kata dia kepada Republika, Rabu (22/1).

Kendati demikian, ia yakin proses sertifikasi halal bisa disederhanakan. Salah satu bentuk penyederhanaan yang bisa dilakukan adalah mengenai waktu. Jika selama ini prosesnya membutuhkan waktu tiga bulan, dengan adanya omnibus law maka bisa menjadi hanya satu bulan atau kurang.

Ia mengungkapkan, pemohon sertifikat halal saat ini terbelit berbagai aturan yang berbeda, padahal objeknya sama. Masyarakat yang ingin mendapatkan sertifikat halal harus mengurus ke beberapa kementerian. "Jadi, waktu dan uang habis di sana," keluhnya.

Menurut dia, hal lain yang perlu diperbaiki pemerintah dalam omnibus law adalah terkait biaya dan pendampingan. Soal biaya, ia berharap pemerintah memberikan subsidi bagi UMKM. Pendampingan juga penting dilakukan agar para pelaku usaha mengerti proses sertifikasi.

"Selama ini, pelaku UMKM terbebani karena biayanya lebih dari Rp 2 juta. Maka sangat tepat jika pemerintah mau ambil posisi ini memberikan subsidi untuk sertifikasi halal," ujarnya.

Sebenarnya, Ikhsan mengatakan, proses untuk mendapatkan sertifikat halal sudah berbasis daring. Setelah mendaftar secara daring, dilakukan tahap verifikasi mengenai alamat perusahan dan juga penanggung jawabnya. Setelah itu dilakukan peninjauan ke lokasi.

Menurut dia, yang memakan waktu cukup lama adalah validasi bahan yang digunakan. Jika bahan yang digunakan semuanya bersumber dari produk halal maka prosesnya tidak akan lama.

Namun, jika yang digunakan bahan-bahan yang titik kritisnya tinggi maka akan memakan waktu yang lebih lama. Itu karena harus dilakukan pemeriksaan di laboratarium. Ikhsan yakin, dengan adanya penyederhanaan, proses sertifikasi halal bisa lebih singkat.

"Apalagi jika nanti auditornya sudah cukup. Sebab, saat ini auditornya terbatas dan membuat proses cukup lama. Maka, apabila RUU tersebut diterapkan, pemerintah harus menyediakan auditor yang cukup," katanya. n faiziah mursid/dessy suciati saputri, ali mansur ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement