Senin 20 Jan 2020 20:02 WIB

Draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Dipastikan Selesai

Pemerintah belum serahkan draf omnibus law ke parlemen, menunggu prolegnas.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Buruh menggelar aksi unjuk rasa menentang omnibus law cipta lapangan kerja di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Senin (20/1).
Foto: Republika/Prayogi
Buruh menggelar aksi unjuk rasa menentang omnibus law cipta lapangan kerja di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Senin (20/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja beserta naskah akademis sudah rampung sejak Ahad (19/1) malam. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang ingin draft tersebut rampung pada pekan lalu.

Tapi, Susiwijono mengatakan, pemerintah belum menyerahkannya kepada pihak parlemen karena masih harus menunggu penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 dalam Sidang Parlemen DPR pada Selasa (21/1). 

"Begitu ditetapkan jadi Prolegnas, berarti sudah disetujui untuk dibahas bersama dengan parlemen," ujarnya ketika ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Senin (20/1).

Saat menyerahkan draf RUU Omnibus Law bersama naskah akademis, Susiwijono menuturkan, pemerintah akan menyertakannya bersama dengan Surat Presiden (Surpres). Dalam surat tersebut, biasanya Presiden Jokowi akan menunjuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai pendamping beserta jajaran menteri teknis lain.

Susiwijono berharap, setelah melalui proses administrasi itu, pemerintah baru akan membahas substansi RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bersama dengan DPR. "Diharapkan mulai pekan depan," tuturnya.

RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja memuat 11 klaster pembahasan. Mulai dari penyederhanaan perizinan, ketenagakerjaan, persyaratan investasi hingga pengadaan lahan dan kawasan ekonomi. Setidaknya ada 79 UU dan 1.244 pasal yang terkena dampak dari Omnibus Law ini.

Omnibus Law merupakan metode yang digunakan untuk mengganti dan/ atau mencabut beberapa materi hukum dalam berbagai UU. Susiwjono mengatakan, ada dua konsekuensi dari penerapan Omnibus Law.

Pertama, UU eksisting masih tetap berlaku, kecuali sebagian pasal yang telah diganti atau dinyatakan tidak berlaku. "Atau, UU eksisting tidak diberlakukan apabila pasal yang diganti atau dinyatakan tidak ebrlaku merupakan inti atau ruh undang-undang itu," kata Susiwijono dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (17/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement