REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ariyo DP Irhamna menjelaskan, pemerintah harus mengoptimalkan peran Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam perencanaan investasi melalui Omnibus Law. Selama ini, peranan BKPM dinilai masih sangat lemah di hulu dan hanya fokus terhadap hilir, yakni realisasi investasi.
Salah satu penyebabnya, Ariyo menjelaskan, pemilik proyek investasi kebanyakan dimiliki oleh kementerian/lembaga selain BKPM seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). "BKPM kurang memiliki kewenangan untuk merencanakan proyek pemerintah yang diharapkan dapat support dari FDI (Foreign Direct Investment)," tuturnya kepada Republika.co.id, Senin (20/1).
Apabila BKPM diperkuat dalam fungsi perencanaan investasi, Ariyo menilai, Investment Ready to Offer akan semakin sempurna untuk ditawarkan ke investor potensial. Selain itu, Ariyo menambahkan, pemerintah harus memastikan kemudahan pemberian izin teknis investasi. Misalnya, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk proyek investasi Lapangan Geothermal Hululais, Bengkulu.
Secara umum, izin investasi terhambat banyak di izin teknis tersebut. Untuk mengatasinya, Ariyo menganjurkan, sebaiknya kegiatan penanaman modal bisa dilakukan ketika sudah mendapatkan Izin Usaha.
“Sehingga investor sudah bisa melakukan sewa kantor, rekrut karyawan, iklan dan aktivitas bisnis dasar lainnya,” ujarnya.
Setelah itu, investor wajib mendapatkan izin-izin lainnya sesuai dengan kebutuhan jenis atau industri investasi, izin lokasi, izin lingkungan, izin komersial/operasional, dan perizinan teknis berdasarkan industri.
Ariyo menilai, kebijakan tersebut dapat mempercepat realisasi investasi tanpa mengabaikan ataupun menghapuskan perizinan teknis yang juga penting untuk menjaga ekosistem lingkungan hidup dan hak sosial.
Ariyo menjelaskan, hal lain yang juga sering luput oleh pemerintah adalah aspek pengendalian dan pelaksanaan. Aspek ini berupa pengawasan aktivitas penanaman modal harus terlaksana sesuai kewajiban investor seperti alih teknologi, kegiatan ekspor dan impor, dan sebagainya.
Poin-poin dalam aspek tersebut harus diperhitungkan dalam Omnibus Law. "Selain itu, aspek ini juga harus memasikan investor mendapatkan hak serta bisnisnya berkembang tanpa melanggar peraturan yang berlaku," kata Ariyo.