Kamis 16 Jan 2020 15:29 WIB

Kemenparekraf: Target Kunjungan Moderat Wisman 17 Juta Orang

Rata-rata lama tinggal wisman di Indonesia sekitar tiga hari dua malam.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Dua orang wisatawan asing berkunjung ke Taman Sri Deli di Medan, Sumatera Utara, Jumat (10/1/2020).
Foto: Antara/Septianda Perdana
Dua orang wisatawan asing berkunjung ke Taman Sri Deli di Medan, Sumatera Utara, Jumat (10/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan, angka target moderat untuk kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sepanjang tahun ini sebanyak 17 juta orang. Pemerintah pada tahun ini lebih mengutamakan kualitas wisman dari lama tinggal ketimbang jumlah kunjungan.

Asisten Deputi Investasi Pariwisata, Kemenparekraf, Hengky Manurung menuturkan, perubahan fokus dari kualitas ke kuantitas sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. "Kita tidak bicara lagi jumlah kunjungan 20 juta, 100 juta, tapi yang kita kejar adalah lama tinggalnya wisatawan," kata Hengky di Jakarta, Kamis (16/1).

Menurut proyeksi Kemenpar, total kunjungan wisman pada tahun 2019 diperkirakan maksimal 16,5 juta, atau naik sekitar 3,1 persen dari total kunjungan 2018 sebanyak 15,8 juta. Karena itu, jika angka kunjungan 17 juta tercapai, setidaknya tetap meningkat dari capaian 2019.

Adapun, Hengku menyebut rata-rata lama tinggal wisman di Indonesia sekitar tiga hari dua malam. "Ke depannya kita ingin bisa 10 hari tinggal, devisa yang diperoleh sekitar 1.500 - 2.000 dolar AS. Memang susah tapi itu harus kita lakukan," ujarnya.

Kendati demikian, untuk target devisa pariwisata tahun 2020 belum dapat dipastikan oleh kementerian. Hengky mengatakan, fokus pada kualitas wisman yang jelas akan meningkatkan perolehan devisa pariwisata karena lama tinggal dan jumlah belanja juga akan lebih berkualitas.

Ia menambahkan, Kemenparekraf juga akan mulai serius untuk menggarap pasar meeting, incentives, conferencing, exhibition (MICE). Sesuai tren tahunan, dari total kunjungan wisman, sebanyak 25-30 persen merupakan wisman yang berkunjung untuk kepentingan MICE. Pasar MICE, lanjut Hengky, perlu dipadukan dengan paket berwisata sehingga memberikan manfaat ganda bagi pariwisata nasional.

"Misalnya dia ada pertemuan di Medan, wisatanya ke Aceh atau ke Padang. Kita akan kawinkan MICE dengan leassure. Karena itu, harus ada event yang menarik di destinasi," katanya.

Lebih lanjut, Hengky menilai perlu ada kerja sama yang baik antar pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha wisata, akademisi, hingga media. Kerja sama antar unsur pentahelix itu akan diperkuat tahun ini sehingga pengembangan pariwisata di setiap destinasi lebih terarah dan memberikan dampak positif yang bermanfaat bagi masyarakat.

Adapun untuk wisman yang diincar ke depan, Hengky mengatakan wisman asal Benua Amerika dan Eropa akan difokuskan pemerintah. Sebab, wisatawan Amerika dan Eropa merupakan wisatawan yang memiliki waktu tinggal yang lama ketika berwisata dan menghabiskan belanja dalam jumlah yang besar.

"Itu yang akan kita kejar dan tahun ini mulai bergerak. Kita juga yakinkan ekonomi kreatif kita sebagai satu kesatuan untuk pariwisata," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia, Budi Tirtawisata mengatakan, fokus pemerintah kepada kualitas wisman sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Berbeda dengan RPJMN 2015-2019 yang berorientasi kuantitas, lima tahun ke depan harus fokus mengejar nilai tambah pariwisata.

Untuk itu, perlu adanya kesiapan industri pariwisata dan destinasi wisata di Indonesia. Budi mengatakan, ketersediaan sumber daya manusia berkualitas menjadi kunci untuk bisa mendatangkan para wisman yang berkualitas. 

"Indonesia tidak sendiri, berkompetisi dengan negara lain. Semua negara mau mendatangkan turis sehingga SDM kita penting," katanya.

Budi mengusulkan agar pemerintah tahun ini bisa merancang paket-paket wisata bersama pelaku usaha untuk periode low season. Sebagai contoh, pada periode Januari-Maret merupakan penurunan kunjungan wisatawan dan sangat terlihat dari okupansi hotel.

Tapi di sisi lain, banyak negara yang sedang melakukan perayaan, seperti di Cina yang merayakan Imlek. "Nah itu periode libur di Cina dan kita mesti manfaatkan ini untuk mengisi hotel karena wisatawan Eropa baru datang sekitar Juni-Juli," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement