Rabu 15 Jan 2020 13:38 WIB

Literasi Keuangan Hambat Penerbitan Obligasi Daerah

Salah satu daerah yang paling siap menerbitkan obligasi daerah adalah Jawa Tengah

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingi Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti (kiri) saat menyampaikan paparan dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingi Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti (kiri) saat menyampaikan paparan dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Astera Primanto Bhakti menilai, tingkat pemahaman daerah menjadi tantangan mereka menerbitkan obligasi daerah. Tidak hanya pemerintah daerah seperti bupati dan walikota, juga oleh DPR daerah maupun pihak pemangku kepentingan terkait.

Prima mengatakan, sebenarnya banyak daerah yang sudah siap untuk menerbitkan obligasi sendiri sebagai bagian dari pembiayaan kreatif. Hanya saja, mereka masih belum mendalami konsep dan skema obligasi daerah.

Baca Juga

"Karena kalau menerbitkan itu, daerah kan harus siap ditanya-tanya seperti posisinya gimana, dampaknya seperti apa dan sebagainya. Mungkin ini yang membuat kesiapan daerah belum maksimal," ucapnya dalam konferensi pers di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (15/1).

Salah satu daerah yang disebutkan paling siap adalah Jawa Tengah. Bahkan, menurut Prima, mereka sudah siap sejak awal 2019 yang kemudian diikuti banyak daerah. Misalnya, Bogor yang mengalami percepatan serta DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Meski terhambat, Prima menilai, daerah-daerah tersebut masih memiliki potensi besar untuk menerbitkan obligasi daerah. Pemerintah pusat mencoba membantu mendorong realisasi penerbitan dengan melakukan sosialisasi, rapat koordinasi dan membantu menjelaskan mengenai obligasi daerah melalui DPRD guna meningkatkan literasi daerah. "Kita dorong mereka supaya lebih siap," katanya.

Selain itu, Kemenkeu juga turut mengundang lembaga pemeringkatan untuk memberikan pemahaman yang mendalam.  ke daerah. Dorongan yang digambarkan Prima sebagai upaya 'keroyokan' ini diharapkan dapat mempercepat penerbitan obligasi daerah.

Prima mengakui, penerbitan obligasi daerah bukan pekerjaan mudah. Instrumen alternatif pembiayaan ini hanya dapat dilakukan oleh daerah yang memang betul-betul siap, seperti halnya dengan obligasi pemerintah pusat maupun korporasi. "Level transparansinya juga harus tinggi dan harus melakukan public expose. Kalau butuh roadshow juga harus mau," ucapnya.

Di samping obligasi daerah, Prima menuturkan, Kemenkeu juga terus mendorong pembiayaan kreatif lain, seperti Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Apabila ada proyek di daerah yang bersifat substansial dan signifikan, termasuk proyek infrastruktur, pemerintah pusat mendorong daerah untuk memanfaatkan pola KPBU.

Pemerintah pusat juga memfasilitasi dua macam pinjaman. Pertama, Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang dimiliki pemerintah daerah. Kedua, alternatifnya, meminjam ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebagai penyedia pinjaman infrastruktur yang diharapkan dapat memberikan dampak signifikan ke daerah.

Apabila ingin meminjam, Prima menjelaskan, pemerintah daerah biasanya akan melakukan pengecekan terlebih dahulu kepada pemerintah pusat. Sebab, pinjaman  yang mereka lakukan pasti akan berdampak pada defisit belanja daerah ataupun secara nasional. "Kalau memang masih di bawah threshold, kita berikan (izin untuk meminjam)," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement