REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain gula, pemerintah akan membuka keran impor garam. Pasalnya produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan industri.
"Ada kesadaran dan political will dari kami agar nanti impor-impor, baik itu garam dan gula untuk industri semakin lama semakin berkurang. Jadi misalnya untuk garam, nilai ekonomisnya ladang garam paling sedikit apabila garam bisa kemudian sesuai keinginan industri," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kepada wartawan di Jakarta, Senin, (13/1).
Agus melanjutkan, kadar NaCl dalam garam itu minimal 98 persen sampai 99 persen. "Setelah kami pelajari, minimal lahan lahan 100 hektar itu, kemudian ada cara-cara menghitung kimiawinya akan menghasilkan garam-garam yang kadar NaCl-nya 98 sampai 99 persen, sehingga bisa diserap oleh industri dalam negeri dan tidak perlu impor lagi," jelas dia.
Hanya saja, lanjut dia, selama diperlukan pasokan garam dan gula untuk industri yang mempunyai persyaratan tinggi untuk produknya, terpaksa impor dilakukan. "Kita tidak boleh memastikan industri itu hanya karena tidak ada bahan baku," kata Agus.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor garam dalam kurun waktu lima tahun terakhir naik signifikan. Total volume impor garam pada 2014 misalnya, hanya 2,268 juta ton lalu pada 2018 mencapai 2,839 juta ton.
Nilai impornya justru tak mengalami kenaikan, karena faktor perkembangan harga. Pada 2014 nilai impor garam mencapai 104,346 juta dolar AS, lalu pada 2018 sebesar 90,615 juta dolar AS.