Senin 13 Jan 2020 16:00 WIB

BI tidak akan Intervensi Rupiah

Rupiah terus menguat sejak Februari 2018

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo memberikan paparan saat berkunjung ke kantor Harian Republika, Jakarta, beberapa waktu lalu. Bank Indonesia menyatakan tidak akan melakukan intervensi terhadap rupiah.
Foto: Republika/Prayogi
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo memberikan paparan saat berkunjung ke kantor Harian Republika, Jakarta, beberapa waktu lalu. Bank Indonesia menyatakan tidak akan melakukan intervensi terhadap rupiah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) tidak akan mengintervensi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. BI menilai saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih sesuai dengan kekuatan pasar dan sejalan dengan fundamental ekonomi RI.

"Kami juga confidence terhadap perkembangan rupiah," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo di gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (13/1).

Baca Juga

Rupiah terus menguat sejak Februari 2018 dan pada Senin (13/1) pagi nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta bergerak menguat 62 poin. Angka itu naik 0,45 persen menjadi Rp13.710 per dolar AS dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 13.772 per dolar AS.

Menurut Dody, penguatan rupiah tersebut didukung oleh kondisi makro-ekonomi RI yang tumbuh positif di antaranya produk domestik bruto, kemudian inflasi yang rendah dan survei konsumen yang positif.

Selain itu, lanjut dia, aliran modal asing yang terus masuk ke perekonomian Indonesia ditambah cadangan devisa menguat merupakan beberapa faktor yang membuat rupiah saat ini tahan banting.

Bank sentral itu, ucap dia, juga tidak akan menahan penguatan rupiah sepanjang sejalan dengan fundamental ekonomi RI. "Kami tentunya punya perhitungan, sepanjang ini sesuai nilai fundamental, kami tetap membiarkan rupiah itu menguat," ucapnya.

Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan menguat seiring turunnya harga minyak dunia. Dalam kesempatan terpisah, Kepala Riset Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menjelaskan penurunan harga minyak di antaranya karena tensi konflik antara AS-Iran mereda.

Selain itu, ditambah Wakil Perdana Menteri Liu Le akan datang ke Washington DC untuk menandatangani perjanjian kesepakatan dagang AS-China untuk fase satu pada tanggal 15 Januari 2020 ini. Sementara itu, harga minyak mentah turun tajam pada akhir minggu lalu, bahkan tembus di bawah level 60 dolar AS per barel untuk jenis WTI.

Selain itu, pasar masih menunggu rencana dari AS dan China dalam menandatangani kesepakatan dagang fase satu yang rencananya akan dilaksanakan pada Rabu (15/1) mendatang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement