Jumat 10 Jan 2020 23:05 WIB

Kegaduhan Politik Bisa Ganggu Upaya Penyelamatan Jiwasraya

Kondisi Jiwasraya bisa menjadi momentum bagi Kementerian BUMN untuk bersih-bersih.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas melintas di depan logo PT Asuransi Jiwasraya.
Foto: Republika/Wihdan
Petugas melintas di depan logo PT Asuransi Jiwasraya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat BUMN dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan perlunya upaya bersama dalam menyelamatkan kondisi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Abra menilai masing-masing pemangku kepentingan melakukan tugasnya secara maksimal.

Abra mengatakan OJK harus tampil menjelaskan dan menenangkan para nasabah bahwa masalah ini bisa terselesaikan. Sementara Kementerian BUMN perlu secara rutin memberikan penjelasan langkah strategis apa yang sedang dilakukan untuk pemulihan.

Baca Juga

"Dari aspek politik, jangan terlalu gaduh dan melebar kemana-mana sehingga membuat nasabah dan investor semakin khawatir dan panik seolah-olah nantinya akan terjadi kebangkrutan di Jiwasraya," ujar Anda saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Jumat (10/1).

Abra tidak menyarankan adanya pembentukan panitia khusus (pansus), melainkan cukup dengan panitia kerja (panja) antara Komisi XI dan Komisi VI DPR yang menaungi bidangnya masing-masing. Pasalnya, kata Abra, Kejagung hingga BPK tengah melakukan penyelidikan dan meminta waktu sekitar 50 hari.

"Jadi beri kesempatan mereka mengungkap skandal ini dengan tenang sehingga konsentrasinya tidak terganggu dengan kegaduhan politik," ucap Abra.

Abra menilai DPR bisa melakukan dialog dengan OJK, Kementerian BUMN, dan Jiwasraya dalam konteks penyelesaian kewajiban terhadap nasabah dalam jangka pendek melalui rapat dengar pendapat maupun panja di komisi DPR yang terkait.

"Harapannya ada pemulihan kepercayaan publik terhadap industri asuransi, khususnya asuransi jiwa sehingga keberlanjutan bisnis Jiwasraya juga terwujud," kata Abra.

Di sisi lain, lanjut Abra, kondisi yang menimpa Jiwasraya bisa menjadi momentum bagi Kementerian BUMN melakukan 'bersih-bersih' secara konprehensif. Sebab, polemik Jiwasraya dikhawatirkan membuat negatif citra bagi BUMN yang lain. Abra mengatakan kasus Jiwasraya melibatkan cukup banyak nasabah dari luar negeri dalam hal ini Korea Selatan (Korsel) dan menjadi sorotan internasional, khususnya di Korsel yang dikhawatirkan menjadi sentimen bagi negara lain.

"Kita khawatir ketika tata kelola BUMN (Jiwasraya) disorot, ini juga akan distigmakan BUMN lain tata kelolannya sama," ucap Abra.

Dalam skala industri asuransi, khususnya asuransi jiwa, Abra mengutip data OJK per semester I 2019 di mana pertumbuhannya justru negatif sebesar minus 10 persen.

"Sudah tumbuh negatif ditambah kasus Jiwasraya meledak, khawatir prospek industri asuransi, terutama asuransi jiwa akan semakin berat ke depan, OJK harus punya peranan lebih besar kembalikan kepercayaan publik," ungkap Abra.

Meski begitu, Abra berharap Kementerian BUMN memberikan penjelasan yang tegas tentang kondisi yang terjadi di Jiwasraya agar tak menjadi preseden buruk bagi BUMN lain.

"Jangan sampai ini membuat para pejabat di BUMN khawatir ketika mereka lakukan aksi korporasi dan mengalami kerugian lalu dianggap melakukan penyimpangan, perlu diperjelas murni kerugian karena bisnis atau ada sesuatu modus mencari rente," kata Abra menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement