REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Nixon LP Napitupulu menyatakan, terdapat sejumlah nasabah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BTN yang sudah meninggal tapi belum bisa dilunasi, sehingga ahli warisnya pun belum mendapatkan sertifikat rumah. Padahal sesuai aturan, seharusnya KPR tersebut dilunasi oleh perusahaan asuransi jiwa.
Hanya saja, PT Asuransi Jiwasraya yang sebelumnya bekerja sama dengan BTN, tidak bisa melunasi KPR milik nasabah yang sudah meninggal itu. Akibatnya, banyak ahli waris yang menagih haknya dan melakukan protes.
Nixon menyebutkan, nilai beberapa KPR yang harus dilunasi asuransi tersebut sekitar Rp 500 miliar. Guna menyelesaikan masalah itu, BTN kini menggandeng PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life).
"Ini salah satu terobosan mengatasi masalah nasib ahli waris yang punya rumah tapi kita tidak bisa melunasi dan sertifikatnya belum mereka pegang. Permasalahannya mentok, maka kerja sama dengan IFG Life jadi peluang termasuk membayarkan kembali pelunasan," kata Nixon kepada wartawan di Graha CIMB, Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Tahun ini, kata dia, BTN dan IFG Life akan fokus menyelesaikan masalah ini. "Kita selesaikan tahun ini, saya juga biar lega," ujarnya.
Direktur Utama IFG Life Harjanto Tanuwidjaja pun mengaku siap melunasi KPR milik sejumlah nasabah yang sudah meninggal. Pelunasan itu, kata dia, masuk dalam skema Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) Jiwasraya.
"Jadi restrukturisasi dulu, karena bukan polis individu tapi polis kumpulan. IFG Life dan BTN bersepakat skemanya dialihkan ke IFG Life," kata Harjanto pada kesempatan serupa.
Sumber dana pelunasan tersebut, lanjut dia, salah satunya dari fundraising. Lalu mendapat persetujuan pemerintah.
Ditargetkan, kata Harjanto, pengalihan ini selesai pada akhir tahun atau paling lambat pada kuartal pertama 2024. "Kami berusaha bisa selesai sesegera mungkin," ujarnya.
Seperti diketahui, PT Asuransi Jiwasraya mengalami kasus gagal bayar dan mulai menjadi perhatian publik pada awal Oktober 2018 ketika Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor perasuransian itu mengirimkan surat kepada bank mitra untuk menunda pembayaran polis jatuh tempo produk JS Saving Plan. Akibatnya, negara memperoleh kerugian besar, karena adanya salah pengelolaan dana investasi dari produk JS Saving Plan.