REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Diperlukan konsistensi kebijakan dan kejelasan regulasi dalam pengembangan energi terbarukan oleh pemerintah. Momentum pergantian tahun 2020 ini pun diharapkan mampu menjadi titik tolak dari upaya pemerintah mengembangkan energi terbarukan tersebut.
Ketua DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Prasetyo Soenaryo, menjelaskan alasan lain perlunya mengembangkan energi terbarukan, karena pemerintah Indonesia terikat kepada Paris Agreement agar mencapai target bauran energi 23 persen pada 2025 mendatang.
Dia menggarisbawahi pentingnya percepatan energi terbarukan tersebut yakni karena energi fosil akan terus menyusut bahkan habis sama sekali. "Ini juga merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan impor energi dari negara lain," kata dia.
Dia menjelaskan, Arab Saudi yang memiliki sumber energi terbesar sekarang ini sudah mulai mengurangi sumber pendapatan devisa dari minyaknya, karena mereka sadar bahwa sumber energi suatu saat bakal habis. “Sebagai konsekuensinya, Saudi menggenjot sektor pariwisata,” kata dia.
Tidak hanya pada wisata religi dengan target peningkatan jumlah mereka yang umrah sampai lima juta per tahun, tetapi juga wisata sejarah nasional Saudi di sejumlah wilayah.
Sebab itu, kata dia, pihaknya mendukung langkah Presiden Jokowi yang baru-baru ini meresmikan energi baru terbarukan dengan program bahan bakar campuran biodiesel dengan bahan bakar nabati, yang saat ini B30 hingga ke depan nanti sampai B50.
"Kalau bisa, pemerintah memberikan insentif bagi organisasi kemasyarakatan (Ormas) selain investor dan pengusaha, yang aktif melakukan pembangunan dan penerapan energi terbarukan," tutur dia.
Dia mengungkapkan, insentif itu bisa dengan skema subsidi atau metode lainnya agar dapat mencapai target rencana umum energi nasional. Beberapa pondok pesantren yang dikelola pihaknya sudah menggunakan pembangkit listrik tenaga surya.
Beberapa persoalan yang disoroti Lembaga Dakwah Islam Indonesia antara lain pendidikan, pangan, hukum, dan penguatan SDM. Pada 2020, Indonesia akan memiliki 269,6 juta penduduk dan pada periode emas 2045 diperkirakan mencapai 309 juta jiwa. Saat ini, 68,7 persen jumlah penduduk adalah usia produktif (15-64 tahun).
Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan pendidikan berkualitas merupakan tantangan seluruh komponen bangsa agar terwujud SDM berkualitas.
Selain itu, persoalan abad XXI harus diselesaikan dengan faktor instrumental yang telah tersedia di abad XXI dengan mengindahkah nilai-nilai luhur budaya bangsa, baik yang bersifat universal (jujur-amanah) maupun yang persifat khusus seperti toto-kromo dan adat istiadat.