REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut terdapat penambahan 55 perusahaan baru yang mencatatkan sahamnya di sepanjang 2019. Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan 2018 lalu yang bisa mencapai 57 pencatatan saham baru.
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengakui, berbagai faktor baik internal maupun eksternal turut mempengaruhi perusahaan untuk masuk ke pasar modal. Meski demikian, aktivitas pencatatan saham baru pada tahun ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
"Kita tertinggi tertinggi di antara bursa-bursa di kawasan Asia Tenggara dan peringkat 71 di dunia," kata Inarno dalam konferensi pers Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2019, Senin (30/12).
Selain pencatatan saham perdana, BEI juga mencatat 14 pencatatan Exchange Traded Fund (ETF) baru, 2 Efek Beragun Aset (EBA), 2 Obligasi Korporasi Baru, 2 Dana Investasi Real Estate Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DIRE-KIK) dan 1 Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DINFRA).
Dengan demikian, terdapat 76 pencatatan efek baru di BEI sepanjang tahun 2019. Menurut Inarno, Capaian ini melebihi dari target 75 pencatatan efek baru yang direncanakan.
Dari sisi aktivitas perdagangan, Inarno memgklaim juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari kenaikan rata-rata frekuensi perdagangan yang tumbuh 21 persen menjadi 469 ribu kali per hari. Pada periode yang sama, Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) turut meningkat 7 persen menjadi Rp 9,1 triliun dibandingkan 2018 yang sebesar Rp 8,5 triliun.
Dari sisi investor, jumlah investor saham meningkat 30 persen menjadi 1,1 juta investor saham berdasarkan Single Investor Identification (SID). Sampai saat ini jumlah total investor di pasar modal meliputi investor saham, reksa dana, dan surat utang telah mencapai 2,48 juta investor (SID) atau naik lebih dari 50 persen dari tahun 2018 yakni sebanyak 1,62 juta investor.